春 の カレンダー
1.1 Latar Belakang
Jepang merupakan negara kepulauan. Luasnya hampir sama dengan luas pulau Sumatera. Bentuk negaranya adalah kerajaan dan kepala pemerintahannya adalah perdana menteri. Jepang terdiri dari pulau besar yaitu Honshu, Hokkaidou, Shikoku, dan Kyushu.
Sama halnya dengan Indonesia, Jepang juga merupakan negara yang memiliki banyak warisan budaya yang patut diketahui serta dilestarikan oleh anak cucunya. Tidak hanya warga Jepang saja yang perlu mengetahui warisan budaya tersebut, tetapi akan lebih baik jika Jepang memperkenalkan budaya mereka kepada masyarakat dunia.
Selain untuk diperkenalkan kepada masyarakat dunia, warisan budaya itu dapat dijadikan sebagai tujuan berwisata para wisatawan asing yang datang ke Jepang, yang tentunya menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit bagi negara Jepang sendiri. Karena keberadaan warisan budaya tersebut akan menimbulkan ketertarikan para wisatawan untuk datang dan melihat lebih dekat seperti apa budaya Jepang tersebut.
PEMBAHASAN
2.1 Hina Matsuri (ひな 祭り)
Hina Matsuri adalah sebuah perayaan yang diperuntukkan bagi anak perempuan di Jepang. Hina Matsuri ini sendiri dirayakan setiap tanggal 3 Maret. Hina Matsuri berasal dari kata “hina” yang berarti “sang putri” atau “anak perempuan” dan “matsuri” yang berarti “perayaan”. Dengan kata lain Hina Matsuri dapat diartikan sebagai hari Festival Boneka Putri.
Sebelum Jepang menggunakan Kalender Gregorian (penanggalan Masehi), Hina Matsuri dirayakan pada hari ketiga bulan ketiga menurut penanggalan Lunisolar. Hari tersebut disebut juga sebagai “momo no sekku” (perayaan bunga persik), karena bertepatan dengan mekarnya bunga persik. Sejak Jepang menggunakan kalender Masehi, perayaan Hina Matsuri berubah menjadi tanggal 3 Maret setiap tahunnya. Meski demikian, masih ada orang yang merayakan Hina Matsuri menurut penanggalan Lunisolar yaitu sekitar bulan April pada kalender Masehi.
Hina Matsuri ini diadakan untuk mendoakan pertumbuhan anak perempuan. Setiap keluarga yang memiliki anak perempuan memajang 1 set boneka yang disebut “hina ningyo” beberapa hari sebelum tanggal 3 Maret. Setelah Hina Matsuri selesai, hina ningyo harus cepat-cepat disimpan kembali karena orang Jepang percaya bahwa boneka yang dapat menyerap dan mengurung roh-roh jahat dalam tubuhnya ini akan mengeluarkan roh jahatnya sehari sesudah Hina Matsuri berakhir sehingga kemalangan akan mendatangi keluarga tersebut.
Boneka-boneka hina ningyo ini disusun di atas panggung yang mirip dengan tangga yang disebut “danzakari” yang dialasi kain berwarna merah (himousen). Jumlah anak tangga itu sendiri bervariasi. Makin banyak anak tangga, makin banyak bonekanya. Orang tua pada jaman dahulu berlomba-lomba membelikan anaknya boneka terbaik, termahal, serta dengan anak tangga terbanyak. Makin banyak anak tangga yang ada berarti semakin kaya keluarga tersebut.
Karena jumlah tangganya bervariasi, cara menata bonekanya pun bervariasi. Namun pada dasarnya susunan boneka yang biasa digunakan yaitu di tangga teratas diletakkan 2 boneka yaitu “odairi sama” (kaisar) dan “ohina sama” (permaisuri). Hina ningyo yang paling sederhana hanya terdiri dari 2 boneka ini. Urutan kiri kanan dalam peletakan kedua boneka ini berbeda di beberapa daerah. Ada yang meletakkan kaisar di sebelah kanan karena dianggap kanan lebih tinggi kedudukannya, tetapi ada yang mengatakan sebaliknya. Pada tangga kedua dan seterusnya, diletakkan bermacam-macam boneka, seperti putri istana, pemusik, menteri, pesuruh pria, dayang-dayang, serta miniatur mebel yang dijadikan hadiah pernikahan.
Satu set boneka biasanya dilengkapi dengan miniatur tirai lipat (byoubu) berwarna emas untuk dipasang sebagai latar belakang. Di sisi kiri dan kanan diletakkan sepasang miniatur lampion (bombori). Perlengkapan lain berupa miniatur pohon sakura dan pohon tachibana, potongan dahan bunga persik sebagai hiasan.
2.2 Shunbun no Hi (春分 の 日)
Di Jepang terdapat hari libur nasional dengan nama Shunbun no Hi yang dalam bahasa Inggris berarti “vernal equinox” atau dalam bahasa Indonesia berarti musim bunga dimana saat itu lama siang dan malam akan sama. Hari ini ditetapkan sebagai hari libur nasional di Jepang dan biasanya jatuh pada tanggal 20 atau 21 Maret. Menurut perhitungan astronomi yang berlaku sekarang hingga tahun 2025, ekuinoks vernal selalu jatuh tanggal 21 Maret, tetapi jatuh pada tanggal 20Maret pada tahun kabisat dan tahun sesudah tahun kabisat.
Hari libur ini ditetapkan dengan undang-undang hari libur Jepang (Shukujitsu-hou) tahun 1948 untuk berterima kasih kepada alam dan mencintai makhluk hidup. Penentuan tanggal ekuinoks vernal didasarkan pada tabel almanak (Rekishou Nempyou) yang merupakan pamflet terbitan Badan Observasi Astronomi Jepang. Hasil rapat diumumkan dalam lembaran negara yang disebut “kampou”.
Bagi warga Jepang, Shunbun no Hi merupakan hari untuk mendekatkan diri kepada alam dan mengungkapkan rasa kasih sayang terhadap lingkungan hidup. Tiga hari sebelum dan sesudah Shunbun no Hi disebut dengan “higan”. Higan merupakan salah satu waktu dimana warga Jepang melakukan pemujaan kepada arwah leluhur mereka dengan datang ke pemakaman untuk membersihkan makam dan menaburkan bunga untuk leluhur. Setelah Shunbun no Hi ini berlalu, hari siang akan lebih panjang dibanding malam. Udara dingin pun perlahan hilang dan suhu mulai meningkat.
2.3 Hanami (花見)
Hanami atau Ohanami merupakan tradisi masyarakat Jepang dalam menikmati keindahan bunga sakura pada musim semi. Mekarnya bunga sakura merupakan lambang kebahagiaan telah tibanya musim semi. Selain itu, Hanami juga berarti piknik dengan menggelar tikar untuk pesta makan-makan di bawah pohon sakura.
Pohon sakura sendiri mekar dari akhir bulan Maret hingga awal bulan April (kecuali di wilayah Okinawa dan Hokkaidou). Prakiraan pergerakan mekarnya bunga sakura disebut garis depan bunga sakura (sakura zensen). Prakiraan ini dikeluarkan oleh direktorat meteorologi dan berbagai badan yang berurusan dengan cuaca. Saat melakukan Hanami adalah ketika semua pohon sakura yang ada di suatu tempat bunganya sudah mekar semua.
2.4 Kodomo no Hi (子供 の 日)
Kodomo no Hi merupakan hari anak-anak Jepang. Kodomo no Hi merupakan hari libur yang diperingati setiap tahun pada tanggal 5 Mei, dan merupakan bagian dari Golden Week (libur nasional dari tanggal 29 April sampai tanggal 5 Mei). Hari ini ditetapkan sebagai hari libur nasional oleh pemerintah Jepang sejak tahun 1948. Perayaannya dimaksudkan untuk mendoakan kebahagiaan anak-anak.
Awalnya perayaan ini disebut “tango no sekku” (perayaan musiman). Ini menandai awal musim panas. Sedangkan kata “tango” sendiri memiliki 2 arti, yaitu: “tan” berarti “pinggir/pertama” dan “go” berarti “bulan/lima” yang pada akhirnya mengacu pada tanggal dilaksanakannya festival yaitu tanggal kelima dari bulan lima. Sejarah awalnya mengapa dipilih tanggal kelima bulan kelima menurut penanggalan China berarti bulan penyucian roh-roh jahat.
Festival ini kemungkinan pertama kali dirayakan pada masa pemerintahan Kaisar Wanita Suiko (593-628 SM). Sementara penetapan tanggalnya dilakukan pada periode Nara. Setelah Jepang berganti sistem penanggalan ke kalender Gregorian, perayaan ini pun dipindah ke tanggal 5 Mei. Festival serupa juga dirayakan di China, Taiwan, Hongkong, Macau, Korea, dan Vietnam. Festival ini tadinya diselenggarakan untuk anak laki-laki. Namun belakangan dirayakan utnuk anak laki-laki dan perempuan.
Sebelum hari tersebut tiba, keluarga yang memiliki anak akan memajang 1 “koi nobori” untuk setiap anak yang ada di rumah itu. Juga memajang boneka Kintaro dan Kabuto lengkap dengan pakaian perangnya. Boneka Kintaro dan Kabuto merupakan simbol agar anak laki-laki dalam keluarga tersebut tumbuh menjadi anak yang kuat dan sehat. Adapun makanan yang disajikan pada hari tersebut adalah “kashiwa mochi” dan “chimaki”.
Jepang merupakan negara kepulauan. Luasnya hampir sama dengan luas pulau Sumatera. Bentuk negaranya adalah kerajaan dan kepala pemerintahannya adalah perdana menteri. Jepang terdiri dari pulau besar yaitu Honshu, Hokkaidou, Shikoku, dan Kyushu.
Sama halnya dengan Indonesia, Jepang juga merupakan negara yang memiliki banyak warisan budaya yang patut diketahui serta dilestarikan oleh anak cucunya. Tidak hanya warga Jepang saja yang perlu mengetahui warisan budaya tersebut, tetapi akan lebih baik jika Jepang memperkenalkan budaya mereka kepada masyarakat dunia.
Selain untuk diperkenalkan kepada masyarakat dunia, warisan budaya itu dapat dijadikan sebagai tujuan berwisata para wisatawan asing yang datang ke Jepang, yang tentunya menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit bagi negara Jepang sendiri. Karena keberadaan warisan budaya tersebut akan menimbulkan ketertarikan para wisatawan untuk datang dan melihat lebih dekat seperti apa budaya Jepang tersebut.
PEMBAHASAN
2.1 Hina Matsuri (ひな 祭り)
Hina Matsuri adalah sebuah perayaan yang diperuntukkan bagi anak perempuan di Jepang. Hina Matsuri ini sendiri dirayakan setiap tanggal 3 Maret. Hina Matsuri berasal dari kata “hina” yang berarti “sang putri” atau “anak perempuan” dan “matsuri” yang berarti “perayaan”. Dengan kata lain Hina Matsuri dapat diartikan sebagai hari Festival Boneka Putri.
Sebelum Jepang menggunakan Kalender Gregorian (penanggalan Masehi), Hina Matsuri dirayakan pada hari ketiga bulan ketiga menurut penanggalan Lunisolar. Hari tersebut disebut juga sebagai “momo no sekku” (perayaan bunga persik), karena bertepatan dengan mekarnya bunga persik. Sejak Jepang menggunakan kalender Masehi, perayaan Hina Matsuri berubah menjadi tanggal 3 Maret setiap tahunnya. Meski demikian, masih ada orang yang merayakan Hina Matsuri menurut penanggalan Lunisolar yaitu sekitar bulan April pada kalender Masehi.
Hina Matsuri ini diadakan untuk mendoakan pertumbuhan anak perempuan. Setiap keluarga yang memiliki anak perempuan memajang 1 set boneka yang disebut “hina ningyo” beberapa hari sebelum tanggal 3 Maret. Setelah Hina Matsuri selesai, hina ningyo harus cepat-cepat disimpan kembali karena orang Jepang percaya bahwa boneka yang dapat menyerap dan mengurung roh-roh jahat dalam tubuhnya ini akan mengeluarkan roh jahatnya sehari sesudah Hina Matsuri berakhir sehingga kemalangan akan mendatangi keluarga tersebut.
Boneka-boneka hina ningyo ini disusun di atas panggung yang mirip dengan tangga yang disebut “danzakari” yang dialasi kain berwarna merah (himousen). Jumlah anak tangga itu sendiri bervariasi. Makin banyak anak tangga, makin banyak bonekanya. Orang tua pada jaman dahulu berlomba-lomba membelikan anaknya boneka terbaik, termahal, serta dengan anak tangga terbanyak. Makin banyak anak tangga yang ada berarti semakin kaya keluarga tersebut.
Karena jumlah tangganya bervariasi, cara menata bonekanya pun bervariasi. Namun pada dasarnya susunan boneka yang biasa digunakan yaitu di tangga teratas diletakkan 2 boneka yaitu “odairi sama” (kaisar) dan “ohina sama” (permaisuri). Hina ningyo yang paling sederhana hanya terdiri dari 2 boneka ini. Urutan kiri kanan dalam peletakan kedua boneka ini berbeda di beberapa daerah. Ada yang meletakkan kaisar di sebelah kanan karena dianggap kanan lebih tinggi kedudukannya, tetapi ada yang mengatakan sebaliknya. Pada tangga kedua dan seterusnya, diletakkan bermacam-macam boneka, seperti putri istana, pemusik, menteri, pesuruh pria, dayang-dayang, serta miniatur mebel yang dijadikan hadiah pernikahan.
Satu set boneka biasanya dilengkapi dengan miniatur tirai lipat (byoubu) berwarna emas untuk dipasang sebagai latar belakang. Di sisi kiri dan kanan diletakkan sepasang miniatur lampion (bombori). Perlengkapan lain berupa miniatur pohon sakura dan pohon tachibana, potongan dahan bunga persik sebagai hiasan.
2.2 Shunbun no Hi (春分 の 日)
Di Jepang terdapat hari libur nasional dengan nama Shunbun no Hi yang dalam bahasa Inggris berarti “vernal equinox” atau dalam bahasa Indonesia berarti musim bunga dimana saat itu lama siang dan malam akan sama. Hari ini ditetapkan sebagai hari libur nasional di Jepang dan biasanya jatuh pada tanggal 20 atau 21 Maret. Menurut perhitungan astronomi yang berlaku sekarang hingga tahun 2025, ekuinoks vernal selalu jatuh tanggal 21 Maret, tetapi jatuh pada tanggal 20Maret pada tahun kabisat dan tahun sesudah tahun kabisat.
Hari libur ini ditetapkan dengan undang-undang hari libur Jepang (Shukujitsu-hou) tahun 1948 untuk berterima kasih kepada alam dan mencintai makhluk hidup. Penentuan tanggal ekuinoks vernal didasarkan pada tabel almanak (Rekishou Nempyou) yang merupakan pamflet terbitan Badan Observasi Astronomi Jepang. Hasil rapat diumumkan dalam lembaran negara yang disebut “kampou”.
Bagi warga Jepang, Shunbun no Hi merupakan hari untuk mendekatkan diri kepada alam dan mengungkapkan rasa kasih sayang terhadap lingkungan hidup. Tiga hari sebelum dan sesudah Shunbun no Hi disebut dengan “higan”. Higan merupakan salah satu waktu dimana warga Jepang melakukan pemujaan kepada arwah leluhur mereka dengan datang ke pemakaman untuk membersihkan makam dan menaburkan bunga untuk leluhur. Setelah Shunbun no Hi ini berlalu, hari siang akan lebih panjang dibanding malam. Udara dingin pun perlahan hilang dan suhu mulai meningkat.
2.3 Hanami (花見)
Hanami atau Ohanami merupakan tradisi masyarakat Jepang dalam menikmati keindahan bunga sakura pada musim semi. Mekarnya bunga sakura merupakan lambang kebahagiaan telah tibanya musim semi. Selain itu, Hanami juga berarti piknik dengan menggelar tikar untuk pesta makan-makan di bawah pohon sakura.
Pohon sakura sendiri mekar dari akhir bulan Maret hingga awal bulan April (kecuali di wilayah Okinawa dan Hokkaidou). Prakiraan pergerakan mekarnya bunga sakura disebut garis depan bunga sakura (sakura zensen). Prakiraan ini dikeluarkan oleh direktorat meteorologi dan berbagai badan yang berurusan dengan cuaca. Saat melakukan Hanami adalah ketika semua pohon sakura yang ada di suatu tempat bunganya sudah mekar semua.
2.4 Kodomo no Hi (子供 の 日)
Kodomo no Hi merupakan hari anak-anak Jepang. Kodomo no Hi merupakan hari libur yang diperingati setiap tahun pada tanggal 5 Mei, dan merupakan bagian dari Golden Week (libur nasional dari tanggal 29 April sampai tanggal 5 Mei). Hari ini ditetapkan sebagai hari libur nasional oleh pemerintah Jepang sejak tahun 1948. Perayaannya dimaksudkan untuk mendoakan kebahagiaan anak-anak.
Awalnya perayaan ini disebut “tango no sekku” (perayaan musiman). Ini menandai awal musim panas. Sedangkan kata “tango” sendiri memiliki 2 arti, yaitu: “tan” berarti “pinggir/pertama” dan “go” berarti “bulan/lima” yang pada akhirnya mengacu pada tanggal dilaksanakannya festival yaitu tanggal kelima dari bulan lima. Sejarah awalnya mengapa dipilih tanggal kelima bulan kelima menurut penanggalan China berarti bulan penyucian roh-roh jahat.
Festival ini kemungkinan pertama kali dirayakan pada masa pemerintahan Kaisar Wanita Suiko (593-628 SM). Sementara penetapan tanggalnya dilakukan pada periode Nara. Setelah Jepang berganti sistem penanggalan ke kalender Gregorian, perayaan ini pun dipindah ke tanggal 5 Mei. Festival serupa juga dirayakan di China, Taiwan, Hongkong, Macau, Korea, dan Vietnam. Festival ini tadinya diselenggarakan untuk anak laki-laki. Namun belakangan dirayakan utnuk anak laki-laki dan perempuan.
Sebelum hari tersebut tiba, keluarga yang memiliki anak akan memajang 1 “koi nobori” untuk setiap anak yang ada di rumah itu. Juga memajang boneka Kintaro dan Kabuto lengkap dengan pakaian perangnya. Boneka Kintaro dan Kabuto merupakan simbol agar anak laki-laki dalam keluarga tersebut tumbuh menjadi anak yang kuat dan sehat. Adapun makanan yang disajikan pada hari tersebut adalah “kashiwa mochi” dan “chimaki”.