そうしき(葬式)
Soushiki merupakan upacara kematian di Jepang. Upacara ini berlangsung selama 2 hari penuh yang terdiri dari Tsuya dan Kokubetsu shiki. Dulu upacara ini berlangsung dirumah duka, namun kini kebanyakan masyarakat Jepang menyewa Gedung untuk melaksanakan acara ini. Seperti halnya di Indonesia orang – orang yang ingin melayat harus menggunakan pakaian hitam, begitupula di Jepang. Selain itu pelayat dilarang untuk menggunakan perhiasan dan diharuskan untuk membawa Juzu ( tasbih ) serta membawa uang untuk melayat yang disebut Koden Bukuro. Upacara pemakaman di Jepang merupakan salah satu upacara pemakaman termahal didunia karena menghabiskan dana 2,3 juta yen, hal ini dikarenakan tanah di pemakaman di Jepang sanagt mahal.
Tsuya
Merupakaan upacara yang dilakukan sebelum jenazah dimakamkan. Pada kesempatan ini kerabat harus datang untuk melayat karena merupakan hari terakhir melihat jenazah tersebut. Jenazah harus menghadap ke utara. Pada upacara ini jenazah didandani layaknya manusia yang masih hidup. Bagi jenazah pria akan mengenakan jas hitam, sedangkan jenazah wanita akan mengenakan kimono. Jenazah sebelum dimasukkan kedalam peti mati dimandikan terlebih dahulu. Di Jepang terdapat tradisi bagi para pelayat pada saat memasuki rumah duka harus membungkukkan badan sembari mengatakan konodabi wa goshusho sama desu (mengucapkan ikut berduka cita) dengan suara lembut. Lalu, pelayat pergi menuju altar tempat jenazah diletakkan lalu memanjatkan doa bagi jenazah. Setelah itu, pelayat bebalik dan membungkuk pada keluarga yang ditinggalkan.
Kokubetsu shiki
Merupakan hari terakhir upacara. Biasanya pada kesempatan ini pelayat akan diberikan kain hitam atau putih yang akan diikatkan di lengan. Lalu, jenazah akan dibawa ke tempat kremasi menggunakan Reikyusha ( mobil jenazah ). Abu dari kremasi jenazah ini disebut Kosutsubun, yang akan dibawa kerumah setelah 35 hari.
Pada upacara pemakaman kremasi bukanlah merupakan tradisi orang Jepang. Tradisi ini pertama kali diperkenalkan pada saat Agama Buddha mulai masuk. Dulunya di Jepang hanya mengenal tradisi pemakaman saja. Hal ini dapat dibuktikan oleh ditemukannya sebuah makam yang dimiliki oleh Kaisar Nintoko seluas 480 meter yang mana berbentuk lubang kunci. Menurut ajaran Agama Buddha pemakaman untuk jenazah tidaka harus dengan cara kremasi, namun ada empat cara yaitu:
Kremasi
Layaknya kremasi di setiap negara peti mati diletakkan diatas krematorium. Kremasi ini biasanya berlangsung selama 1 hingga 2 jam. Setelah mayat terlebur, maka keluarga akan mengambil sisa – sisa tulang jenazah lalu memasukkannya ke dalam guci dengan menggunakan sumpit. Tulang – tulang ini diambil mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala. Di Jepang terdapat tradisi untuk memberi nama bagi orang yang telah meninggal, hal ini untuk mencegah agar arwah tidak kembali lagi pada saat namanya disebut.
Makam
Seperti yang kita ketahui kini masyaraat Jepang cenderung menggunakan proses kremasi dalam upacara pemakaman. Namun, di Jepang masih ada makam, namun makam di Jepang merupakan sebuah makam keluarga yang terdiri dari sebuah monumen batu, dengan tempat untuk bunga, dupa, dan air di depan monumen dan ruang atau ruang bawah tanah di bawah untuk abu. Bagi yang baru meninggal namanya akan diukir disisi nisan, di Jepang nama almarhm di selalu diukir didepan. Bahakan kini nama almarhum sering ditulis di Sotoba, papan kayu yang terpisah pada berdiri di belakang atau samping kubur. These sotoba may be erected shortly after death, and new ones may be added at certain memorial services. sotoba Ini mungkin didirikan tak lama setelah kematian, dan yang baru dapat ditambahkan pada upacara peringatan tertentu. Untuk menghemat biaya, bagi almarhum yang telah menikah, dan pasangannya masih hidup, nama pasangannya ini akan tetap diukir di nisan namun bedanya pasangan yang hidup ini diukir dengan cat merah.
Tsuya
Merupakaan upacara yang dilakukan sebelum jenazah dimakamkan. Pada kesempatan ini kerabat harus datang untuk melayat karena merupakan hari terakhir melihat jenazah tersebut. Jenazah harus menghadap ke utara. Pada upacara ini jenazah didandani layaknya manusia yang masih hidup. Bagi jenazah pria akan mengenakan jas hitam, sedangkan jenazah wanita akan mengenakan kimono. Jenazah sebelum dimasukkan kedalam peti mati dimandikan terlebih dahulu. Di Jepang terdapat tradisi bagi para pelayat pada saat memasuki rumah duka harus membungkukkan badan sembari mengatakan konodabi wa goshusho sama desu (mengucapkan ikut berduka cita) dengan suara lembut. Lalu, pelayat pergi menuju altar tempat jenazah diletakkan lalu memanjatkan doa bagi jenazah. Setelah itu, pelayat bebalik dan membungkuk pada keluarga yang ditinggalkan.
Kokubetsu shiki
Merupakan hari terakhir upacara. Biasanya pada kesempatan ini pelayat akan diberikan kain hitam atau putih yang akan diikatkan di lengan. Lalu, jenazah akan dibawa ke tempat kremasi menggunakan Reikyusha ( mobil jenazah ). Abu dari kremasi jenazah ini disebut Kosutsubun, yang akan dibawa kerumah setelah 35 hari.
Pada upacara pemakaman kremasi bukanlah merupakan tradisi orang Jepang. Tradisi ini pertama kali diperkenalkan pada saat Agama Buddha mulai masuk. Dulunya di Jepang hanya mengenal tradisi pemakaman saja. Hal ini dapat dibuktikan oleh ditemukannya sebuah makam yang dimiliki oleh Kaisar Nintoko seluas 480 meter yang mana berbentuk lubang kunci. Menurut ajaran Agama Buddha pemakaman untuk jenazah tidaka harus dengan cara kremasi, namun ada empat cara yaitu:
Kremasi
Layaknya kremasi di setiap negara peti mati diletakkan diatas krematorium. Kremasi ini biasanya berlangsung selama 1 hingga 2 jam. Setelah mayat terlebur, maka keluarga akan mengambil sisa – sisa tulang jenazah lalu memasukkannya ke dalam guci dengan menggunakan sumpit. Tulang – tulang ini diambil mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala. Di Jepang terdapat tradisi untuk memberi nama bagi orang yang telah meninggal, hal ini untuk mencegah agar arwah tidak kembali lagi pada saat namanya disebut.
Makam
Seperti yang kita ketahui kini masyaraat Jepang cenderung menggunakan proses kremasi dalam upacara pemakaman. Namun, di Jepang masih ada makam, namun makam di Jepang merupakan sebuah makam keluarga yang terdiri dari sebuah monumen batu, dengan tempat untuk bunga, dupa, dan air di depan monumen dan ruang atau ruang bawah tanah di bawah untuk abu. Bagi yang baru meninggal namanya akan diukir disisi nisan, di Jepang nama almarhm di selalu diukir didepan. Bahakan kini nama almarhum sering ditulis di Sotoba, papan kayu yang terpisah pada berdiri di belakang atau samping kubur. These sotoba may be erected shortly after death, and new ones may be added at certain memorial services. sotoba Ini mungkin didirikan tak lama setelah kematian, dan yang baru dapat ditambahkan pada upacara peringatan tertentu. Untuk menghemat biaya, bagi almarhum yang telah menikah, dan pasangannya masih hidup, nama pasangannya ini akan tetap diukir di nisan namun bedanya pasangan yang hidup ini diukir dengan cat merah.