宮本 武蔵 と 自殺
Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik Rakyat Cina, Korea Utara, Korea Selatan, dan Rusia. Pulau-pulau paling utara berada di Laut Okhotsk dan wilayah paling selatan berupa kelompok pulau-pulau kecil di Laut Cina Timur, tepatnya di sebelah selatan Okinawa yang bertetangga dengan Taiwan.
Jepang merupakan negara yang dijuluki Negara Matahari Terbit dan Negeri Sakura. Dikatakan demikian karena di Jepang mayoritas penduduknya beragama Shintou yang menyembah matahari sehingga disebut Negara Matahari Terbit. Sedangkan julukan Negeri Sakura diberikan karena banyak bunga sakura yang tumbuh di tanah Jepang. Bahkan untuk menyambut musim semi (haru), orang Jepang mempunyai suatu tradisi yang biasa disebut hanami (perayaan melihat bunga sakura) sebagai simbol kebahagiaan karena datangnya musim semi.
Hal menarik lainnya yang tidak ketinggalan untuk dibahas yaitu tentang kehidupan sosial masyarakat Jepang. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai seorang pemain pedang terkenal bernama Miyamoto Musashi serta tentang kasus bunuh diri di kalangan remaja di Jepang atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jisatsu.
PEMBAHASAN
2.1 Miyamoto Musashi ( 宮本 武蔵 )
Miyamoto Musashi adalah seorang ahli pedang atau samurai dan ronin (samurai tak bertuan) yang sangat terkenal pada abad pertengahan di Jepang. Ia diperkirakan lahir pada sekitar tahun 1584 dan meninggal tahun 1645. Nama aslinya adalah Shinmen Takezo. Kata Musashi merupakan lafal lain dari “Takezo” (huruf kanji bisa memiliki banyak lafal dan arti). Musashi memiliki nama lengkap Shinmen Musashi No Kami Fujiwara No Genshin.
Miyamoto Musashi
Panggilan masa kecil Musashi adalah Bennosuke. Nama Miyamoto sendiri adalah nama kuno sebuah daerah di barat daya Tokyo. Nama No Kami berarti kaum bangsawan daerah setempat. Pada umumnya, Fujiwara adalah nama asal dari keluarga leluhur para bangsawan di Jepang yang diturunkan ribuan tahun yang lalu. Nenek moyang keluarga Musashi (Hirada/Hirata) adalah keturunan keluarga Shinmen, penguasa di Kyushu. Miyamoto Musashi bukanlah negarawan, keturunan bangsawan ataupun seorang jenderal kenamaan. Dia sekedar pendekar pedang yang di separuh akhir hidupnya kemudian mendalami seni. Sebagai pendekar dia juga tidak mempunyai tuan (daimyo) tempat mengabdi. Sebagian besar hidupnya dihabiskan dengan menjadi samurai pengembara (shugyosha) yang menjelajahi seantero Jepang. Namun sebagai pendekar pedang dia bukanlah pendekar kebanyakan.
Sampai usia 30 dia telah melakukan sekitar 60 pertarungan dan tak sekalipun terkalahkan. Kemenangan pertama diperoleh di usia 13 tahun, dengan menewaskan seorang pendekar yang lebih tua. Ia adalah Arima Kihei, samurai perguruan Shinto Ryu bidang seni militer yang terampil bermain pedang dan tombak. Pertempuran tersebut dimenangkan Musashi dengan teknik dua pedangnya. Musashi mengalahkannya dengan cara melemparnya ke tanah dan memukulnya dengan tongkat sehingga musuhnya itu mati dengan berlumuran darah.
Duel Musashi yang paling terkenal adalah saat melawan Sasaki Kojiro di pulau Funa (terletak antara Honshu dan Kyushu). Menurut cerita, orang Jepang masih membicarakan duel ini sampai sekarang. Waktu itu Kojiro juga telah mendapatkan reputasi sebagai pemain pedang tak terkalahkan di provinsi barat. Kojiro menggunakan pedang panjangnya yang terkenal yang dinamai “Galah Pengering” sedangkan Musashi membawa pedang kayu sebagaimana sering digunakan dalam duel-duelnya yang lain yang diukirnya dari sebatang dayung. Duel ini diakhiri dengan tewasnya Sasaki Kojiro.
Setelah pertarungan itu Musashi mulai lebih sedikit terlibat pertarungan, apalagi yang sampai membawa kematian lawannya. Dia menjadi terfokus untuk mendalami semua seni. Di masa tuanya dia dikenal sebagai seniman dengan banyak kebisaan. Melukis dengan tinta india, kaligrafi, hingga membuat patung. Lagi-lagi seperti kemampuannya bermain pedang, kematangan seninya pun diperolehnya dengan tanpa guru.
Ada satu cerita menarik saat Musashi akan bertempur melawan Klan Yoshioka. Sebelum pertempuran dia sempat masuk ke satu kuil dan berdoa memohon bantuan para dewa. Beberapa waktu setelah berdoa, rasa malu kemudian melandanya. Musashi berpendapat tak layak dia menggantungkan diri pada dewa. Meski dia menghormati dewa-dewa tapi hanya dirinya sendirilah yang seharusnya diandalkan.
Pertempuran lain adalah pertempuran melawan salah satu perguruan bela diri terkenal di Jepang pada masanya di Ichijoji. Musashi bertempur melawan sekitar 50 samurai, dan pertempuran tersebut dimenangkan oleh Miyamoto Musashi dengan teknik dua pedangnya. Hingga saat ini, bekas pertempuran Musashi di Ichijoji dijadikan monumen oleh masyarakat Jepang.
Monumen Ichijoji
Setelah sempat meluangkan waktu beberapa tahun untuk mengajar dan melukis di Kuil Kumamoto, di masa pencarian jati dirinya, di Gua Reigendo, ia menulis Go Rin No Sho atau Kitab Lima Lingkaran. Buku ini berisi perenungannya tentang Jalan Pedang dan berisi pemikiran tentang filosofi hidupnya. Disebut Lima Lingkaran karena dia membagi bukunya menjadi lima bab: Bab Tanah, Api, Air, Angin, dan Kehampaan. Buku ini sendiri diperuntukkan bagi muridnya yang bernama Terao Magonojo. Buku ini menjadi klasik dan dijadikan rujukan oleh para siswa kendo di Jepang. Musashi dianggap sedemikian hebatnya sehingga di Jepang ia dikenal dengan sebutan “Kensei” yang berarti “Dewa Perang”.
Melihat sepintas cerita hidupnya, barangkali inilah yang membuat pengaruh Musashi begitu besar buat orang Jepang. Menilik dari asal-usul Musashi bukanlah keturunan klan yang terkenal. Padahal di jaman feodal, klan bisa berarti segalanya. Kemandirian dan kemerdekaannya juga membuat banyak orang kagum. Tak pernah dia memiliki guru ataupun tuan sebagaimana samurai kebanyakan pada waktu itu. Tak lama setelah itu, Musashi meninggal di Kyushu pada tahun 1645. Musashi tidak menikah dan tidak mempunyai keturunan, tapi ia mempunyai seorang anak angkat sekaligus murid yang juga masih saudara sepupunya bernama Iomori Miyamoto.
Studi kehidupan dan hasil karya Musashi masih tetap relevan pada masa kini, karena mencakup taktik dan strategi yang dapat diaplikasikan untuk berbagai kegiatan praktis seperti periklanan, bisnis, dan militer. Berbagai produk budaya seperti film dan buku sastra juga tetap diminati masyarakat, diantaranya yang terkenal ialah buku karya penulis Eiji Yoshikawa dan film karya sutradara Hiroshi Inagaki. Inspirasi yang diberikan oleh Musashi tidak saja terjadi pada masyarakat Jepang, tetapi juga pada masyarakat dari berbagai penjuru dunia.
2.2 Jisatsu (自殺 )
Bunuh diri bukanlah sesuatu yang aneh di Jepang. Tindakan menghabisi nyawa sendiri bahkan pernah berkembang dengan ritual-ritual tertentu dan menjadi tradisi yang dijunjung tinggi. Bunuh diri dilakukan terkait dengan berbagai alasan seperti rasa malu, atau rasa tanggung jawab pada pekerjaan atau tugas. Bila seseorang merasa sangat bersalah atau menyusahkan orang lain, maka mereka akan sangat mudah melakukan bunuh diri.
Data dari home page kepolisian Jepang menyebutkan bahwa di tahun 2003, tercatat lebih dari 34.400 orang meninggal akibat bunuh diri, ini berarti dalam sehari terjadi lebih dari 100 kasus bunuh diri, 72 % diantaranya laki-laki. Bunuh diri adalah salah satu penyebab kematian tertinggi bagi mereka yang berusia antara 20 sampai 40 tahun, sedangkan kanker penjadi penyebab utama kematian orang jepang yang berusia diatas 40 sampai 80 tahun. Dilihat dari angka ini jelas bahwa bunuh diri menghantui setiap orang usia produktif di Jepang ini.
Dilihat dari kehidupan sehari-hari di sini, “tekanan” memang rasanya sesuatu yang sulit dihindari. Bekerja sudah menjadi tujuan hidup banyak orang, terutama laki-laki. Berangkat pagi, pulang larut malam untuk bekerja, menggeluti bidang yang sama bertahun-tahun, orang cenderung mengesampingkan hal-hal lain seperti keluarga, kesenangan pribadi, dan sebagainya. Akibatnya, ketika beberapa tahun belakangan terjadi krisis ekonomi, banyak orang kehilangan pekerjaan, dan merasa kehilangan jiwanya. Meskipun tersedia agen pencarian tenaga kerja, banyak yang merasa tidak ada pekerjaan yang sesuai, akibat monotonitas pekerjaan sebelumnya. Belum lagi, banyak istri yang mengajukan tuntutan cerai setelah suami kehilangan penghasilan. Hubungan yang semakin jauh dari keluarga menyebabkan hidup jadi terasa semakin sepi.
Uang, yang menjadi kebutuhan mutlak, bisa didapat melalui agen kredit. Bunga yang mencekik (lebih dari 20% per bulan) tidak bisa diperhitungkan lagi secara rasional. Pinjaman gelap menjamur, mudah dan cepat didapat, tapi dengan bunga yang sangat tinggi. Ketidakmampuan mengembalikan pinjaman, juga menjadi salah satu pemicu kasus bunuh diri. Agama, bukan lagi menjadi sesuatu yang penting.
Cara populer untuk bunuh diri salah satunya adalah terjun ke lintasan kereta api, hal ini menjadi pemandangan biasa di kota-kota besar seperti Tokyo dan Osaka, dimana pada saat jam-jam sibuk kereta tiba-tiba berhenti dan mengalami keterlambatan karena ada orang yang sengaja menjatuhkan diri ke lintasan kereta api berharap nyawa bisa cepat terambil. Masalah pribadi untuk sementara teratasi, tetapi berbuntut panjang untuk keluarga yang ditinggalkan. Tuntutan perusahaan kereta api akibat terhentinya kereta, bisa berjumlah ratusan juta yen. Belum lagi omelan orang lain yang terlambat beraktivitas.
Saat ini seiring dengan kemajuan IPTEK, internet menjadi sarana diskusi orang-orang peminat bunuh diri. Daripada bunuh diri sendiri-sendiri, lebih baik dengan kelompok. Tidak lupa ditulis surat wasiat untuk keluarga yang ditinggalkan, merencanakan bersama sama melakukan bunuh diri, sudah sering terdengar berita seperti ini di media masa Jepang saat ini.
Kasus bunuh diri terbaru adalah bunuh dirinya Menteri Pertanian Jepang, Toshikatsu Matsuoka (62 tahun) pada hari Senin, 28 Mei 2007 kemarin. Dia merupakan seorang menteri pertama sejak Perang Dunia II yang melakukan bunuh diri. Aksi bunuh diri anggota kabinet Perdana Menteri Shinzo Abe itu terjadi beberapa jam sebelum diperiksa parlemen atas kasus skandal dana politik dan kontrak bermasalah. Matsuoka gantung diri menggunakan rantai anjing di kusen pintu ruang tamunya dan saat ditemukan masih mengenakan piyama. Sepertinya bunuh diri adalah satu cara untuk menghindari tanggung jawab bagi pejabat negara Jepang ini.
Ada 2.494 kasus bunuh diri di Jepang pada bulan November yang menempatkan total kasus bunuh diri melewati angka 30.000 selama 4 tahun berturut-turut, menurut laporan Badan Kepolisian Nasional yang baru saja dirilis.
Jumlah kasus bunuh diri di Jepang dari bulan Januari sampai bulan November tahun 2010 sudah berada di angka 30.181. Meningkatnya jumlah kasus bunuh diri dapat diperkirakan berasal dari faktor ekonomi, terutama sejak Jepang diguncang krisis keuangan dari Oktober 2008 hingga sekarang.
Menurut lembaga kepolisian, jumlah orang bunuh diri dari bulan Januari hingga Agustus saja sudah lebih tinggi daripada periode yang sama di tahun 2008. Sampai dengan akhir November, 21.566 laki-laki dan 8.615 perempuan telah merenggut nyawa mereka sendiri, sedangkan jumlah rata-rata kasus bunuh diri berdiri di kisaran 2.700-an per bulan. Sejauh ini Tokyo berada di urutan teratas dengan 2.760, diikuti dengan Prefektur Osaka 1.855 dan Prefektur Kanagawa 1.689. Prefektur dengan jumlah terendah adalah Tottori dengan 151 kasus.
Jepang merupakan negara yang dijuluki Negara Matahari Terbit dan Negeri Sakura. Dikatakan demikian karena di Jepang mayoritas penduduknya beragama Shintou yang menyembah matahari sehingga disebut Negara Matahari Terbit. Sedangkan julukan Negeri Sakura diberikan karena banyak bunga sakura yang tumbuh di tanah Jepang. Bahkan untuk menyambut musim semi (haru), orang Jepang mempunyai suatu tradisi yang biasa disebut hanami (perayaan melihat bunga sakura) sebagai simbol kebahagiaan karena datangnya musim semi.
Hal menarik lainnya yang tidak ketinggalan untuk dibahas yaitu tentang kehidupan sosial masyarakat Jepang. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai seorang pemain pedang terkenal bernama Miyamoto Musashi serta tentang kasus bunuh diri di kalangan remaja di Jepang atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jisatsu.
PEMBAHASAN
2.1 Miyamoto Musashi ( 宮本 武蔵 )
Miyamoto Musashi adalah seorang ahli pedang atau samurai dan ronin (samurai tak bertuan) yang sangat terkenal pada abad pertengahan di Jepang. Ia diperkirakan lahir pada sekitar tahun 1584 dan meninggal tahun 1645. Nama aslinya adalah Shinmen Takezo. Kata Musashi merupakan lafal lain dari “Takezo” (huruf kanji bisa memiliki banyak lafal dan arti). Musashi memiliki nama lengkap Shinmen Musashi No Kami Fujiwara No Genshin.
Miyamoto Musashi
Panggilan masa kecil Musashi adalah Bennosuke. Nama Miyamoto sendiri adalah nama kuno sebuah daerah di barat daya Tokyo. Nama No Kami berarti kaum bangsawan daerah setempat. Pada umumnya, Fujiwara adalah nama asal dari keluarga leluhur para bangsawan di Jepang yang diturunkan ribuan tahun yang lalu. Nenek moyang keluarga Musashi (Hirada/Hirata) adalah keturunan keluarga Shinmen, penguasa di Kyushu. Miyamoto Musashi bukanlah negarawan, keturunan bangsawan ataupun seorang jenderal kenamaan. Dia sekedar pendekar pedang yang di separuh akhir hidupnya kemudian mendalami seni. Sebagai pendekar dia juga tidak mempunyai tuan (daimyo) tempat mengabdi. Sebagian besar hidupnya dihabiskan dengan menjadi samurai pengembara (shugyosha) yang menjelajahi seantero Jepang. Namun sebagai pendekar pedang dia bukanlah pendekar kebanyakan.
Sampai usia 30 dia telah melakukan sekitar 60 pertarungan dan tak sekalipun terkalahkan. Kemenangan pertama diperoleh di usia 13 tahun, dengan menewaskan seorang pendekar yang lebih tua. Ia adalah Arima Kihei, samurai perguruan Shinto Ryu bidang seni militer yang terampil bermain pedang dan tombak. Pertempuran tersebut dimenangkan Musashi dengan teknik dua pedangnya. Musashi mengalahkannya dengan cara melemparnya ke tanah dan memukulnya dengan tongkat sehingga musuhnya itu mati dengan berlumuran darah.
Duel Musashi yang paling terkenal adalah saat melawan Sasaki Kojiro di pulau Funa (terletak antara Honshu dan Kyushu). Menurut cerita, orang Jepang masih membicarakan duel ini sampai sekarang. Waktu itu Kojiro juga telah mendapatkan reputasi sebagai pemain pedang tak terkalahkan di provinsi barat. Kojiro menggunakan pedang panjangnya yang terkenal yang dinamai “Galah Pengering” sedangkan Musashi membawa pedang kayu sebagaimana sering digunakan dalam duel-duelnya yang lain yang diukirnya dari sebatang dayung. Duel ini diakhiri dengan tewasnya Sasaki Kojiro.
Setelah pertarungan itu Musashi mulai lebih sedikit terlibat pertarungan, apalagi yang sampai membawa kematian lawannya. Dia menjadi terfokus untuk mendalami semua seni. Di masa tuanya dia dikenal sebagai seniman dengan banyak kebisaan. Melukis dengan tinta india, kaligrafi, hingga membuat patung. Lagi-lagi seperti kemampuannya bermain pedang, kematangan seninya pun diperolehnya dengan tanpa guru.
Ada satu cerita menarik saat Musashi akan bertempur melawan Klan Yoshioka. Sebelum pertempuran dia sempat masuk ke satu kuil dan berdoa memohon bantuan para dewa. Beberapa waktu setelah berdoa, rasa malu kemudian melandanya. Musashi berpendapat tak layak dia menggantungkan diri pada dewa. Meski dia menghormati dewa-dewa tapi hanya dirinya sendirilah yang seharusnya diandalkan.
Pertempuran lain adalah pertempuran melawan salah satu perguruan bela diri terkenal di Jepang pada masanya di Ichijoji. Musashi bertempur melawan sekitar 50 samurai, dan pertempuran tersebut dimenangkan oleh Miyamoto Musashi dengan teknik dua pedangnya. Hingga saat ini, bekas pertempuran Musashi di Ichijoji dijadikan monumen oleh masyarakat Jepang.
Monumen Ichijoji
Setelah sempat meluangkan waktu beberapa tahun untuk mengajar dan melukis di Kuil Kumamoto, di masa pencarian jati dirinya, di Gua Reigendo, ia menulis Go Rin No Sho atau Kitab Lima Lingkaran. Buku ini berisi perenungannya tentang Jalan Pedang dan berisi pemikiran tentang filosofi hidupnya. Disebut Lima Lingkaran karena dia membagi bukunya menjadi lima bab: Bab Tanah, Api, Air, Angin, dan Kehampaan. Buku ini sendiri diperuntukkan bagi muridnya yang bernama Terao Magonojo. Buku ini menjadi klasik dan dijadikan rujukan oleh para siswa kendo di Jepang. Musashi dianggap sedemikian hebatnya sehingga di Jepang ia dikenal dengan sebutan “Kensei” yang berarti “Dewa Perang”.
Melihat sepintas cerita hidupnya, barangkali inilah yang membuat pengaruh Musashi begitu besar buat orang Jepang. Menilik dari asal-usul Musashi bukanlah keturunan klan yang terkenal. Padahal di jaman feodal, klan bisa berarti segalanya. Kemandirian dan kemerdekaannya juga membuat banyak orang kagum. Tak pernah dia memiliki guru ataupun tuan sebagaimana samurai kebanyakan pada waktu itu. Tak lama setelah itu, Musashi meninggal di Kyushu pada tahun 1645. Musashi tidak menikah dan tidak mempunyai keturunan, tapi ia mempunyai seorang anak angkat sekaligus murid yang juga masih saudara sepupunya bernama Iomori Miyamoto.
Studi kehidupan dan hasil karya Musashi masih tetap relevan pada masa kini, karena mencakup taktik dan strategi yang dapat diaplikasikan untuk berbagai kegiatan praktis seperti periklanan, bisnis, dan militer. Berbagai produk budaya seperti film dan buku sastra juga tetap diminati masyarakat, diantaranya yang terkenal ialah buku karya penulis Eiji Yoshikawa dan film karya sutradara Hiroshi Inagaki. Inspirasi yang diberikan oleh Musashi tidak saja terjadi pada masyarakat Jepang, tetapi juga pada masyarakat dari berbagai penjuru dunia.
2.2 Jisatsu (自殺 )
Bunuh diri bukanlah sesuatu yang aneh di Jepang. Tindakan menghabisi nyawa sendiri bahkan pernah berkembang dengan ritual-ritual tertentu dan menjadi tradisi yang dijunjung tinggi. Bunuh diri dilakukan terkait dengan berbagai alasan seperti rasa malu, atau rasa tanggung jawab pada pekerjaan atau tugas. Bila seseorang merasa sangat bersalah atau menyusahkan orang lain, maka mereka akan sangat mudah melakukan bunuh diri.
Data dari home page kepolisian Jepang menyebutkan bahwa di tahun 2003, tercatat lebih dari 34.400 orang meninggal akibat bunuh diri, ini berarti dalam sehari terjadi lebih dari 100 kasus bunuh diri, 72 % diantaranya laki-laki. Bunuh diri adalah salah satu penyebab kematian tertinggi bagi mereka yang berusia antara 20 sampai 40 tahun, sedangkan kanker penjadi penyebab utama kematian orang jepang yang berusia diatas 40 sampai 80 tahun. Dilihat dari angka ini jelas bahwa bunuh diri menghantui setiap orang usia produktif di Jepang ini.
Dilihat dari kehidupan sehari-hari di sini, “tekanan” memang rasanya sesuatu yang sulit dihindari. Bekerja sudah menjadi tujuan hidup banyak orang, terutama laki-laki. Berangkat pagi, pulang larut malam untuk bekerja, menggeluti bidang yang sama bertahun-tahun, orang cenderung mengesampingkan hal-hal lain seperti keluarga, kesenangan pribadi, dan sebagainya. Akibatnya, ketika beberapa tahun belakangan terjadi krisis ekonomi, banyak orang kehilangan pekerjaan, dan merasa kehilangan jiwanya. Meskipun tersedia agen pencarian tenaga kerja, banyak yang merasa tidak ada pekerjaan yang sesuai, akibat monotonitas pekerjaan sebelumnya. Belum lagi, banyak istri yang mengajukan tuntutan cerai setelah suami kehilangan penghasilan. Hubungan yang semakin jauh dari keluarga menyebabkan hidup jadi terasa semakin sepi.
Uang, yang menjadi kebutuhan mutlak, bisa didapat melalui agen kredit. Bunga yang mencekik (lebih dari 20% per bulan) tidak bisa diperhitungkan lagi secara rasional. Pinjaman gelap menjamur, mudah dan cepat didapat, tapi dengan bunga yang sangat tinggi. Ketidakmampuan mengembalikan pinjaman, juga menjadi salah satu pemicu kasus bunuh diri. Agama, bukan lagi menjadi sesuatu yang penting.
Cara populer untuk bunuh diri salah satunya adalah terjun ke lintasan kereta api, hal ini menjadi pemandangan biasa di kota-kota besar seperti Tokyo dan Osaka, dimana pada saat jam-jam sibuk kereta tiba-tiba berhenti dan mengalami keterlambatan karena ada orang yang sengaja menjatuhkan diri ke lintasan kereta api berharap nyawa bisa cepat terambil. Masalah pribadi untuk sementara teratasi, tetapi berbuntut panjang untuk keluarga yang ditinggalkan. Tuntutan perusahaan kereta api akibat terhentinya kereta, bisa berjumlah ratusan juta yen. Belum lagi omelan orang lain yang terlambat beraktivitas.
Saat ini seiring dengan kemajuan IPTEK, internet menjadi sarana diskusi orang-orang peminat bunuh diri. Daripada bunuh diri sendiri-sendiri, lebih baik dengan kelompok. Tidak lupa ditulis surat wasiat untuk keluarga yang ditinggalkan, merencanakan bersama sama melakukan bunuh diri, sudah sering terdengar berita seperti ini di media masa Jepang saat ini.
Kasus bunuh diri terbaru adalah bunuh dirinya Menteri Pertanian Jepang, Toshikatsu Matsuoka (62 tahun) pada hari Senin, 28 Mei 2007 kemarin. Dia merupakan seorang menteri pertama sejak Perang Dunia II yang melakukan bunuh diri. Aksi bunuh diri anggota kabinet Perdana Menteri Shinzo Abe itu terjadi beberapa jam sebelum diperiksa parlemen atas kasus skandal dana politik dan kontrak bermasalah. Matsuoka gantung diri menggunakan rantai anjing di kusen pintu ruang tamunya dan saat ditemukan masih mengenakan piyama. Sepertinya bunuh diri adalah satu cara untuk menghindari tanggung jawab bagi pejabat negara Jepang ini.
Ada 2.494 kasus bunuh diri di Jepang pada bulan November yang menempatkan total kasus bunuh diri melewati angka 30.000 selama 4 tahun berturut-turut, menurut laporan Badan Kepolisian Nasional yang baru saja dirilis.
Jumlah kasus bunuh diri di Jepang dari bulan Januari sampai bulan November tahun 2010 sudah berada di angka 30.181. Meningkatnya jumlah kasus bunuh diri dapat diperkirakan berasal dari faktor ekonomi, terutama sejak Jepang diguncang krisis keuangan dari Oktober 2008 hingga sekarang.
Menurut lembaga kepolisian, jumlah orang bunuh diri dari bulan Januari hingga Agustus saja sudah lebih tinggi daripada periode yang sama di tahun 2008. Sampai dengan akhir November, 21.566 laki-laki dan 8.615 perempuan telah merenggut nyawa mereka sendiri, sedangkan jumlah rata-rata kasus bunuh diri berdiri di kisaran 2.700-an per bulan. Sejauh ini Tokyo berada di urutan teratas dengan 2.760, diikuti dengan Prefektur Osaka 1.855 dan Prefektur Kanagawa 1.689. Prefektur dengan jumlah terendah adalah Tottori dengan 151 kasus.