Setsubun(節分)
Upacara ini berlangsung pada tanggal 3 Februari pada malam harinya. Setsubun merupakan masa beralihnya musim salju ke musim semi. Pada zaman kuno setsubun ini hanya dirayakan oleh keluarga kerajaan , pada saat itu berbagai macam boneka dari tanah liat yang sudah diberi warna dipajang di berbagai pintu gerbang dalam lingkungan istana. Boneka-boneka yang dibuat berbentuk seperti anak-anak dan sapi. Dulu dalam perayaan setsubun terdapat perayaan mengusi Oni ( setan ) berakar dari upacara Tsuina yang biasanya dilakukan pada hari terakhir di akhir tahun. Namun, lambat laun tradisi mengusir Oni ditinggalkan dan diganti dengan tradisi melempar kacang dan menegakkan kepala ikan sarden yang ditusuk dengan ranting pohon hirragi di pintu masuk rumah pada senja hari.
Pada perayaan setsubun terdapat tradisi melempar kacang, kacang yang digunakan adalah kacang yang sudah digoreng kacang yang digunakan adalah kacang kedelai namun, kini kacang tanahpun dapat digunakan. Tradisi melempar kacang ini dilakukan sebagai permohonan agar terbebas dari penyakit dan selalu sehat sepanjang tahun. Selanjutnya kacang ini akan dilemparkan kea rah Oni sembari mengatakan ‘ Oni wa soto, Fuku wa uchi’ yang berarti ‘ setan keluarlah, kebaikan masuklah’. Konon setan yang terkena lemparan kacang ini akan pergi karena kesakitan, selanjutnya kacang ini akan dimakan sesuai dengan umur yang melempar kacang tersebut. Kacang keberuntungan ( fukumame ) ini dapat di beli swalayan – swalayan. Dalam sebuah keluarga ayah akan berperan sebagai Oni dengan menggunakan topang sekaligus sebagai sasaran lemparan kacang. Di sekolah-sekolah dasar dilakukan upacara melempar kacang yang dilakukan murid berusia 12 tahun, karena memiliki shio yang sama dengan shio untuk tahun yang berjalan. Kuil agama Buddha dan Shinto yang bekerjasama dengan taman kanak-kanak dan tempat penitipan anak mengadakan upacara melempar kacang oleh chigo (anak-anak kecil yang dirias) dan miko (pelayan wanita). Kuil besar mengadakan acara melempar kacang yang dilakukan atlet dan orang terkenal. Bungkusan kacang keberuntungan dilemparkan ke tengah-tengah khalayak ramai untuk ditangkap atau dipungut.
Pada perayaan setsubun terdapat tradisi melempar kacang, kacang yang digunakan adalah kacang yang sudah digoreng kacang yang digunakan adalah kacang kedelai namun, kini kacang tanahpun dapat digunakan. Tradisi melempar kacang ini dilakukan sebagai permohonan agar terbebas dari penyakit dan selalu sehat sepanjang tahun. Selanjutnya kacang ini akan dilemparkan kea rah Oni sembari mengatakan ‘ Oni wa soto, Fuku wa uchi’ yang berarti ‘ setan keluarlah, kebaikan masuklah’. Konon setan yang terkena lemparan kacang ini akan pergi karena kesakitan, selanjutnya kacang ini akan dimakan sesuai dengan umur yang melempar kacang tersebut. Kacang keberuntungan ( fukumame ) ini dapat di beli swalayan – swalayan. Dalam sebuah keluarga ayah akan berperan sebagai Oni dengan menggunakan topang sekaligus sebagai sasaran lemparan kacang. Di sekolah-sekolah dasar dilakukan upacara melempar kacang yang dilakukan murid berusia 12 tahun, karena memiliki shio yang sama dengan shio untuk tahun yang berjalan. Kuil agama Buddha dan Shinto yang bekerjasama dengan taman kanak-kanak dan tempat penitipan anak mengadakan upacara melempar kacang oleh chigo (anak-anak kecil yang dirias) dan miko (pelayan wanita). Kuil besar mengadakan acara melempar kacang yang dilakukan atlet dan orang terkenal. Bungkusan kacang keberuntungan dilemparkan ke tengah-tengah khalayak ramai untuk ditangkap atau dipungut.