Bahasa Verbal dan Nonverbal
- Perilaku nonverbal memberi aksen atau penekanan pd pesan verbal (Cth: berterimakasih sambil tersenyum).
- Perilaku nionverbal sebagai pengulangan dari bahasa verbal (Cth: menunjuk arah).
- Perilaku nonverbal melengkapi pernyataan verbal (Cth: meminta maaf dengan ekspresi menyesal).
- Perilaku nonverbal sebagai pengganti bahsa verbal (Cth: saat dilamar seseorang, gadis tsb akan menangis).
- Perilaku nonverbal berlawanan dengan unsur2 verbal (Cth: saat mengungkapkan perasaan tertarik pada sesuatu).
Oyabun-Kobun
Prinsip hubungan bapak dan anak, manager dan bawahan, bos dan anak buah, penguasa dan rakyat, ini mengandung filosofi pengayom dan orang yang diayomi, pelindung dan orang yang dilindungi. Konsepsi oyabun-kobun ini diterapkan dalam kerjasama perusahaan yang saling menguntungkan. Sebuah perusahaan besar akan memelihara perusahaan kecil. Demikian juga perusahaan kecil akan menyediakan kebutuhan perusahaan besar.
Senpai-Kohai
Hubungan senioritas bagi orang Jepang adalah sesuatu yang harus dipertahankan demi menjaga dan memelihara kepatuhan, penghormatan, dan disiplin kerja. Senioritas tidak dimaknai sebagai arogansi terhadap junior, melainkan sebagai pembelajaran yang harus dimaknai secara moral. Sistem hubungan ini tidak membatasi usia, melainkan siapa yang lebih dulu memahami nilai pekerjaan itu, maka akan dihormati sebagai senior.
On-Giri
Ada aturan2 moral yang menjaga kelancaran dan kelanggengan hubungan sosial yang baik pada masyarakat Jepang. Mereka yang secara sosial lebih tinggi kedudukannya merasa terpanggil atau bahkan berkewajiban untuk melindungi atau mengurus orang2 yang berkedudukan di bawahnya. Di laiin pihak, orang yang kedudukannya lebih rendah merasa patut membalas kebaikan dengan menyatakan rasa hormat dan kesetiaan. Perasaan inilah yang disebut “on”. Orang2 yang tidak mempedulikan “on” kurang disukai dalam masyarakat karena dianggap kurang bermoral. Kemudian ada pula istulah “giri” yang dapat diterjemahkan sebagai kewajiban moral dari orang2 yang merasa menanggung “on” terhadap orang2 tertentu. Contoh nyata dari ungkapa rasa “on” yang diwujudkan dalam pemberian yang bersifat “giri” (kewajiban secara moral) adalah pemberian hadiah akhir tahun dari orang tua murid kepada guru.
Hubungan Orang Jepang dengan Alam
Masyarakat Jepang adalah masyarakat yang sangat menghargai alam. Kehidupan mereka selalu berkaitan dengan alam. Bagi mereka, alam merupakan sesuatu hal yang oenting dan harus dihargai. Sikap menghargai alam ini merupakan karakteristik yang khas dari kebudayaan masyarakat Jepang. Sikap ini berada dalam pemikiran orang Jepang berupa penilaian dan pemahaman terhadap berbagai gejala alam yang mengitari kehidupan mereka dan sebagai bagian dari pengalaman hidup mereka. Mereka menghiasi baju mereka dengan hiasan bergambar bunga, burung, dan rerumputan dan dalam masakan pun sedapat mungkin menghargai bentuk alami yang apa adanya. Di tempat tinggal pun mereka menempatkan ikebana dan bonsai di dalam kamar dan melukis gambar bunga dan burung yang sederhana pada pintu geser rumah mereka. Hubungan orang Jepang terhadap alam ini disebut sebagai paham naturalisme yaitu suatu pandangan bahwa semuanya terpulang pada alam dan semuanya diserahkan kepada alam. Masyarakat Jepang memperlakukan alam sama seperti mereka memperlakukan sesama manusia. Keindahan alam yang ada di Jepang itu sendiri merupakan hasil dari perbuatan manusia yang menjunjung tinggi alam.
Budaya Konteks Tinggi
High Context Culture merupakan bagian dari studi komunikasi antar budaya. Konteks kebudayaan tersebut merupakan hasil dari tradisi lokal selama ribuan tahun lamanya yang mengajarkan kepada pengikutnya untuk mengungkapkan segala sesuatu tidak secara langsung dan lebih menekankan kepada komunikasi non verbal. High Context bukanlah merupakan budaya umum namun pengkategorian ini lebih kepada kemiripan dari tiap2 budaya yang masuk di dalamnya, budaya high context ini cenderung ke sosial dan persahabatan, dan penganut high context akan cenderung memiliki dimensi berpikir yang terbuka seperti lapangan, tidak ada penghalang bagi masalah lain untuk mempengaruhi masalah yang lain. Budaya konteks tinggi ditandai dengan komunikasi konteks tinggi seperti kebanyakan pesan bersifat implisit, tidak langsung, dan tidak terus terang. Pesan yang sebenarnya mungkin tersembunyi dalam perilaku nonverbal pembicara; intonasi suara, gerakan tangan, postur tubuh, ekspresi wajah, tatapan mata, atau bahkan konteks fisik (dandanan, penataan ruangan, benda-benda dan lain sebagainya).
Kasus Omiyage
Orang jepang sangat tertutup dengan orang yang baru mereka kenal sebelum mereka dapat menjalin hubungan amae (keakraban). Mereka akan cenderung bersifat cuek, skeptis karena mereka merasa tidak ada hubungannya dengan orang tersebut. Oleh karena itu, apabila ada seseorang yang baru mereka kenal memberikan sesuatu kepada mereka, secara spontan mereka akan kaget, kikuk dan bertanya-tanya apa maksud pemberian orang tersebut. Lain halnya dengan orang Indonesia. Orang indonesia mudah melakukan pendekatan dan mengakrabkan diri dengan siapa saja, baik dengan orang yang tidak dikenal maupun orang yang mereka kenal. Sebagai tanda pertemanan dan penghormatan, biasanya orang indonesia akan memberikan sesuatu kepada orang yang mereka hormati meskipun orang tersebut baru dikenal. Oleh karena itu, bagi orang Indonesia pemberian suatu benda dapat mencerminkan pertemanan atau kerjasama sekaligus pengharapan agar hubungan baik tersebut terus berlanjut.
Pentingnya Ibunka
- Dunia sedang menyusut dan kapasitas untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
- Semua budaya berfungsi dan penting bagi pengalaman anggota2 budaya tsb meskipun nilainya berbeda.
- Nilai2 setiap masyarakat sebaik nilai2 masyarakat lainnya.
- Setiap individu atau budaya berhak menggunakan nilai2nya sendiri.
- Perbedaan2 individu itu penting, namun ada asumsi2 dan pola2 budaya mendasar yang berlaku.
- Penanaman atas nilai2 budaya sendiri merupakan prasyarat untuk memahami nilai2 budaya lain.