自殺
Jisatsu atau bunuh diri di Jepang merupakan hal yang lumrah dilakukan oleh remaja di Jepang. Sampai saat ini tak ada seorangpun yang dapat menjawab apa alasan para remaja di Jepang berpikiran pendek untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Ada beberapa kemungkinan alas an para remaja berpikir pendek seperti ini yakni alas an malu, tertekan, merasa terlalu banyak menyusahkan orang dan gagal dalam melaksanakan suatu tugas. Penyebab lain mengapa remaja di Jepang melakukan jisatsu karena tidak adnya beban psikologis seperti rasa berdosa kepada Tuhan, karena di Jepang tidak terdapat konsep berdosa yang ada hanyalah berdasarkan etika bermasyarakat. Di Jepang apabila seseorang melakukan kesalahan mereka memiliki rasa malu pada masyarakat di sekitarnya bukan kepada Tuhan. Mereka yang memilih untuk bunuh diri nyaris meti tanpa beban karena disana tidak ada konsep Ke-Tuhanan. Tingkat kematian dengan cara jisatsu ini menduduki peringkat ke-2 di dunia.
Kasus bunuh diri di Jepang melonjak setelak tahun 1980, yang mana pada saat ini Jepang sedang mengalami krisis ekonomi. Hal ini mengakibatkan banyak warga Jepang yang kehilangan pekerjaan dan terlilit hutang. Tingkat kematian pada umur 60 tahun meningkat menjadi 12.100 jiwa, namun di tingkat remaja tingkat bunuh diri sedikit menurun. Banyak cara yang dilakukan untuk bunuh yaitu gantung diri, lompat dari gedung, dan kini ada yang memakai gas sulfide hydrogen toksik yang berbahan baku deterjen. Prefektur Akita merupakan prefektur dengan tingkat bunuh diri paling besar di Jepang. Laporan yang dikeluarkan Badan Kepolisian Nasional Jepang menunjukkan 33.093 mengakhiri hidup mereka sendiri pada tahun 2007. Angka tersebut merupakan terbesar kedua dari rekor bunuh diri yang mencapai sebesar 34.427 jiwa pada tahun 2003. Pemerintah Jepang dalam hal ini berjanji akan mengurangi tingkat bunuh diri sebanyak 20% hingga tahun 2016.
Jisatsu ini sebenarnya telah berkembang di Jepang sejak dulu yang harus diikuti dengan ritual – ritual khusus bahkan hal ini amat dijunjung tinggi oleh masyarakat Jepang. Hal ini dikenal dengan Harakiri atau Seppuki yang banyak dilakukan oleh para samurai. Hal ini dilakukan karena mereka sebagai seorang samurai merasa gagal dalam menjalankan tugas, sehingga mereka merasa malu. Untuk menebus kesalahannya ini mereka mengakhiri nyawa mereka dengan cara hara-kiri. Harakiri ini tidak dilakukan sembarangan, karena para samurai yang ingin melakukan ritual ini harus mencari hari baik, tempat, saksi, pengawas serta pembantu. Hara-kiri ini dilakuka dengan cara mengeluarkan isi perut sendiri. Masyarakat Jepang percaya bahwa perut merupakan tempat bersemayamnya nyawa. Perut adalah pusat fisik dari tubuh, dan mereka beranggapan perut merupakan sasaran untuk menyatakan kehendak pemikiran, kemurahan hati, keberanian, semangat, kemarahan, tindak permusuhan adan lain-lain. Apabila rhal – hal yang diperlukan telah siap maka, seorang yang akan melakukan harakiri akan membuka kimononya dan tanpa ragu mencabut pisaunya dan segera merobek perutnya dari kiri ke kanan. Setelah si pelaku harakiri sekarat, maka ia akan memberi isyarat kepada pembantu (seperti algojo) untuh menebas lehernya. Namun, tebasan algojo tadi tidak sampai memutuskan leher si pelaku harakiri. Ini dimaksudkan agar kepala tersebut tidak jatuh menggelinding.
Ada beberapa peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh para remaja Jepang yakni seperti beberapa kasus di bawah ini ;
{ Pada tanggal 26 Mei, lima puluh empat anak sekolah remaja berkumpul di Stasiun Shinjuku di Tokyo untuk melakukan bunuh diri massal . Saat kereta mendekati stasiun, mereka berbaris di tepi peron, bergandengan tangan, dan melemparkan diri di depan kereta api seperti yang tiba. Sementara itu, di sebuah rumah sakit Tokyo selama shift malam, penjaga keamanan dibiarkan heran sebagai salah satu perawat menghilang tanpa jejak dan lain melompat keluar dari jendela. Another white bag is found in the hospital. Lain tas putih ditemukan di rumah sakit.
{ Pada 28 Mei, di sebuah sekolah tinggi di Tokyo, sekelompok mahasiswa yang berada di atap sekolah selama tertawa istirahat tentang bunuh diri massal. Sebagai lelucon untuk meniru 54 anak sekolah, mereka akhirnya berdiri di tepi atap, bercanda pura-pura untuk bersiap-siap untuk melompat turun. Mereka berpura-pura melompat dari atap, tapi bercanda mereka mendapat serius karena beberapa benar-benar melompat. Orang-orang yang tidak melompat kaget melihat ke bawah dan mengejutkan. Beberapa saat kemudian, mereka juga akhirnya bunuh diri
{ Pada tanggal 29 Mei bom bunuh diri telah tersebar di seluruh Jepang. Mitsuko.. Mitsuko ada di perjalanan pulang, saat dia terkena pacarnya Masa yang telah menjatuhkan dirinya dari atap. Di ruang otopsi, Kuroda menemukan Masa memiliki luka terbuka di punggungnya yang menembus tato kupu-kupu, dan bahwa salah satu potongan-potongan kulit pada gulungan cocok pada luka. Mitsuko Mitsuko mengakui mengetahui tentang luka, tapi membantah pernah mendengar tentang sebuah klub bunuh diri. Strip polisi pencarian Mitsuko untuk melihat apakah ia hilang kulit apapun dan menemukan bahwa sementara ia tidak memiliki kulit hilang, ia tidak memiliki tato kupu-kupu identik Sebelum meninggalkan kantor polisi, ia menarik perhatian Shibu, dan Shibu memberinya kartu namanya sehingga ia bisa hubungi dia jika perlu. Kemudian, anak Kuroda Toru, menunjukkan Kuroda sebuah website aneh temannya menunjukkan kepadanya, dengan apa-apa kecuali lingkaran berkedip putih dan pesan singkat tentang bunuh diri.
{ Pada tanggal 30 Mei polisi menerima panggilan dari seorang anak yang berdeham setelah setiap kalimat. Dia memperingatkan bahwa pada pukul 7:30 malam lain bunuh diri massal akan berlangsung di platform yang sama. Malam itu para detektif mengatur saham-out untuk mencegah lain bunuh diri massal terjadi tapi tidak ada yang terjadi di stasiun. Sementara itu, kelompok bunuh diri individu dan skala kecil terus seluruh Jepang, mengklaim banyak kehidupan, termasuk seluruh keluarga Kuroda. Bagian ini film termasuk adegan berdarah di mana seorang ibu memotong sayuran di depan putrinya dan hasil untuk memenggal jari-jarinya, dan kamera melihat tangan dimutilasi dan darah berceceran di seluruh wajahnya.
Kasus bunuh diri di Jepang melonjak setelak tahun 1980, yang mana pada saat ini Jepang sedang mengalami krisis ekonomi. Hal ini mengakibatkan banyak warga Jepang yang kehilangan pekerjaan dan terlilit hutang. Tingkat kematian pada umur 60 tahun meningkat menjadi 12.100 jiwa, namun di tingkat remaja tingkat bunuh diri sedikit menurun. Banyak cara yang dilakukan untuk bunuh yaitu gantung diri, lompat dari gedung, dan kini ada yang memakai gas sulfide hydrogen toksik yang berbahan baku deterjen. Prefektur Akita merupakan prefektur dengan tingkat bunuh diri paling besar di Jepang. Laporan yang dikeluarkan Badan Kepolisian Nasional Jepang menunjukkan 33.093 mengakhiri hidup mereka sendiri pada tahun 2007. Angka tersebut merupakan terbesar kedua dari rekor bunuh diri yang mencapai sebesar 34.427 jiwa pada tahun 2003. Pemerintah Jepang dalam hal ini berjanji akan mengurangi tingkat bunuh diri sebanyak 20% hingga tahun 2016.
Jisatsu ini sebenarnya telah berkembang di Jepang sejak dulu yang harus diikuti dengan ritual – ritual khusus bahkan hal ini amat dijunjung tinggi oleh masyarakat Jepang. Hal ini dikenal dengan Harakiri atau Seppuki yang banyak dilakukan oleh para samurai. Hal ini dilakukan karena mereka sebagai seorang samurai merasa gagal dalam menjalankan tugas, sehingga mereka merasa malu. Untuk menebus kesalahannya ini mereka mengakhiri nyawa mereka dengan cara hara-kiri. Harakiri ini tidak dilakukan sembarangan, karena para samurai yang ingin melakukan ritual ini harus mencari hari baik, tempat, saksi, pengawas serta pembantu. Hara-kiri ini dilakuka dengan cara mengeluarkan isi perut sendiri. Masyarakat Jepang percaya bahwa perut merupakan tempat bersemayamnya nyawa. Perut adalah pusat fisik dari tubuh, dan mereka beranggapan perut merupakan sasaran untuk menyatakan kehendak pemikiran, kemurahan hati, keberanian, semangat, kemarahan, tindak permusuhan adan lain-lain. Apabila rhal – hal yang diperlukan telah siap maka, seorang yang akan melakukan harakiri akan membuka kimononya dan tanpa ragu mencabut pisaunya dan segera merobek perutnya dari kiri ke kanan. Setelah si pelaku harakiri sekarat, maka ia akan memberi isyarat kepada pembantu (seperti algojo) untuh menebas lehernya. Namun, tebasan algojo tadi tidak sampai memutuskan leher si pelaku harakiri. Ini dimaksudkan agar kepala tersebut tidak jatuh menggelinding.
Ada beberapa peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh para remaja Jepang yakni seperti beberapa kasus di bawah ini ;
{ Pada tanggal 26 Mei, lima puluh empat anak sekolah remaja berkumpul di Stasiun Shinjuku di Tokyo untuk melakukan bunuh diri massal . Saat kereta mendekati stasiun, mereka berbaris di tepi peron, bergandengan tangan, dan melemparkan diri di depan kereta api seperti yang tiba. Sementara itu, di sebuah rumah sakit Tokyo selama shift malam, penjaga keamanan dibiarkan heran sebagai salah satu perawat menghilang tanpa jejak dan lain melompat keluar dari jendela. Another white bag is found in the hospital. Lain tas putih ditemukan di rumah sakit.
{ Pada 28 Mei, di sebuah sekolah tinggi di Tokyo, sekelompok mahasiswa yang berada di atap sekolah selama tertawa istirahat tentang bunuh diri massal. Sebagai lelucon untuk meniru 54 anak sekolah, mereka akhirnya berdiri di tepi atap, bercanda pura-pura untuk bersiap-siap untuk melompat turun. Mereka berpura-pura melompat dari atap, tapi bercanda mereka mendapat serius karena beberapa benar-benar melompat. Orang-orang yang tidak melompat kaget melihat ke bawah dan mengejutkan. Beberapa saat kemudian, mereka juga akhirnya bunuh diri
{ Pada tanggal 29 Mei bom bunuh diri telah tersebar di seluruh Jepang. Mitsuko.. Mitsuko ada di perjalanan pulang, saat dia terkena pacarnya Masa yang telah menjatuhkan dirinya dari atap. Di ruang otopsi, Kuroda menemukan Masa memiliki luka terbuka di punggungnya yang menembus tato kupu-kupu, dan bahwa salah satu potongan-potongan kulit pada gulungan cocok pada luka. Mitsuko Mitsuko mengakui mengetahui tentang luka, tapi membantah pernah mendengar tentang sebuah klub bunuh diri. Strip polisi pencarian Mitsuko untuk melihat apakah ia hilang kulit apapun dan menemukan bahwa sementara ia tidak memiliki kulit hilang, ia tidak memiliki tato kupu-kupu identik Sebelum meninggalkan kantor polisi, ia menarik perhatian Shibu, dan Shibu memberinya kartu namanya sehingga ia bisa hubungi dia jika perlu. Kemudian, anak Kuroda Toru, menunjukkan Kuroda sebuah website aneh temannya menunjukkan kepadanya, dengan apa-apa kecuali lingkaran berkedip putih dan pesan singkat tentang bunuh diri.
{ Pada tanggal 30 Mei polisi menerima panggilan dari seorang anak yang berdeham setelah setiap kalimat. Dia memperingatkan bahwa pada pukul 7:30 malam lain bunuh diri massal akan berlangsung di platform yang sama. Malam itu para detektif mengatur saham-out untuk mencegah lain bunuh diri massal terjadi tapi tidak ada yang terjadi di stasiun. Sementara itu, kelompok bunuh diri individu dan skala kecil terus seluruh Jepang, mengklaim banyak kehidupan, termasuk seluruh keluarga Kuroda. Bagian ini film termasuk adegan berdarah di mana seorang ibu memotong sayuran di depan putrinya dan hasil untuk memenggal jari-jarinya, dan kamera melihat tangan dimutilasi dan darah berceceran di seluruh wajahnya.