冬 の カレンダー
Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik Rakyat Cina, Korea Utara, Korea Selatan, dan Rusia. Pulau-pulau paling utara berada di Laut Okhotsk dan wilayah paling selatan berupa kelompok pulau-pulau kecil di Laut Cina Timur, tepatnya di sebelah selatan Okinawa yang bertetangga dengan Taiwan.
Jepang merupakan negara yang dijuluki Negara Matahari Terbit dan Negeri Sakura. Dikatakan demikian karena di Jepang mayoritas penduduknya beragama Shintou yang menyembah matahari sehingga disebut Negara Matahari Terbit. Sedangkan julukan Negeri Sakura diberikan karena banyak bunga sakura yang tumbuh di tanah Jepang. Bahkan untuk menyambut musim semi (haru), orang Jepang mempunyai suatu tradisi yang biasa disebut hanami (perayaan melihat bunga sakura) sebagai simbol kebahagiaan karena datangnya musim semi.
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa setiap budaya di Jepang memiliki arti atau makna tersendiri. Berbagai budaya tersebut juga dibedakan berdasarkan musim yang ada disana. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai beberapa hari penting yang berlangsung pada musim dingin (fuyu), diantaranya: Saimatsu, Ganjitsu, Setsubun, dan Ume Matsuri.
Saimatsu ( 歳末 )
Tanggal 28 Desember merupakan hari terakhir para pegawai kantor masuk kerja, sebagai persiapan untuk membersihkan rumah untuk mengakhiri tahun dan menyambut tahun baru, yang biasanya disebut “Osouji”. Hidangan khusus akhir tahun disebut kue nasi atau “Kagami Mochi” yang dicampur dengan sup yang bisa dipesan di restoran.
Salah satu tradisi yang diadakan beberapa perkumpulan organisasi di Jepang disebut “Bonenkai” yang berarti “pesta untuk melupakan tahun lama”. Untuk mensukseskan acara Bonenkai ini, biasanya satu orang akan ditunjuk menjadi “Kanji” (koordinator) yang bertugas mengkoordinasi acara, melakukan pemesanan tempat dan menghubungi orang-orang yang akan berpartisipasi dalam acara tersebut. Biasanya jauh hari sebelumnya, beberapa restoran ataupun hotel sudah penuh terpesan oleh beberapa kelompok yang ingin merayakan Bonenkai.
Acara ini diawali dengan “Kanpai” atau minum bersama yang kemudian dilanjutkan dengan makan-makan, berkaraoke, atau minum-minum sampai mabuk hingga larut malam. Berusaha melupakan hal-hal yang tidak menyenangkan selama menjalani kerja satu tahun sebelumnya.
Ganjitsu ( 元日 )
Tanggal 1 Januari disebut “Ganjitsu” yang artinya “hari pertama”, sedangkan pagi hari 1 Januari disebut “Gantan” yang artinya “pagi pertama”. Perayaan tahun baru ini sendiri berlangsung selama 3 hari berturut-turut yang disebut “Sanganichi”. Tahun baru adalah even tahunan yang paling penting dan terperinci di Jepang.
kagami mochi
Sebelum tahun baru, biasanya dilakukan kegiatan bersih-bersih rumah yang disebut “Osouji”. Setelah osouji selesai dilakukan, barulah kemudian dipasang berbagai hiasan, diantaranya “Shimenawa” yaitu hiasan yang digantung di depan rumah yang terbuat dari jerami yang diplintir sedemikian rupa membentuk bulatan yang dipadu dengan daun cemara yang kemudian dipasang di depan rumah. Hiasan lainnya yaitu “Kagami Mochi” yang dibuat dengan cara menyusun dua buah mochi berbentuk bundar ditambah sebuah jeruk di atasnya sebagai hiasan.
kadomatsu
Selain itu, biasanya di depan pintu rumah akan terpasang hiasan “Kadomatsu”. Kadomatsu merupakan kombinasi dari pohon cemara, pohon yang berdaun hijau, dan bambu, sehingga memunculkan kekuatan dari masing-masing benda tersebut. Hal ini menunjukkan harapan dan keinginan untuk hidup sehat dan panjang umur. Bukan hanya di rumah, tetapi hotel, departement store, dan kantor-kantor juga memasang Kadomatsu. Bahkan di sepanjang jalan agar memperlihatkan kebaikan di tahun baru. Pada malam tahun baru atau yang dikenal dengan istilah “Omisoka”, orang Jepang memiliki kebiasaan pergi ke kuil untuk bersembahyang dengan mengenakan kimono (perempuan) dan hakama (laki-laki). Nantinya mereka kemudian menyantap “Toshi koshi soba” (mie daging rusa) sambil mendengarkan “Joya no kane” (lonceng tahun baru yang dibunyikan sebanyak 108 kali sebagai pertanda 108 hawa nafsu yang ada dalam diri manusia tersingkirkan.
Di hari-hari terakhir bulan Desember, setiap orang mengucapkan “Yoi o toshi wo” yang artinya “semoga tahun depan adalah tahun yang baik”. Sedangkan pada tanggal 1 januari ucapan yang disampaikan adalah “Akemashite Omedetou Gozaimasu” yang artinya “Selamat Tahun Baru”.
hatsumoude
Hari-hari di awal tahun baru ditandai dengan “Hatsumoude” yaitu berupa kunjungan pertama ke kuil Shintou dan Budha untuk berdoa dan mengunjungi bagian penjualan “Omamori” (jimat keberuntungan). “Omikuji” (kertas yang berisi ramalan) yang ramalannya baik akan dibawa pulang dan jika ramalannya jelek akan diikat di ranting pohon atau di tempat yang disediakan.
Dan layaknya perayaan pada umumnya, pada hari ini orang-orang makan makanan khas tahun baru berupa “Osechi ryouri” yaitu berbagai jenis masakan yang disimpan di dalam kotak bertingkat yang disebut “Juubako”. Osechi adalah sebutan untuk masakan istimewa yang dimakan di hari tahun baru. Osechi dipilih karena warna keberuntungan, bentuk atau nama yang menarik dengan harapan untuk mendapatkan keberuntungan dalam berbagai segi kehidupan selama tahun baru. Sup zouni dan kuah dashi yang berisi mochi dan sayuran merupakan salah satu masakan osechi. Minumannya disebut “Amasake” (sake manis).
Acara menumbuk mochi yang disebut “Mochi tsuki” merupakan salah satu tradisi menjelang tahun baru. Ketan yang sudah ditanak, dimasukkan ke dalam lesung untuk kemudian ditumbuk dengan alu. Satu orang bertugas menumbuk, sedangkan seorang lagi bertugas membolak-balik ketan dengan tangan yang sudah dibasahi dengan air. Beras ketan ditumbuk hingga lengket dan membentuk gumpalan besar mochi berwarna putih.
Selain itu, orang Jepang mempunyai tradisi berkiriman kartu pos ucapan selamat tahun baru yang disebut “Nengajou” yang tiba persis tanggal 1 Januari. Nengajou ini dijamin sampai ke alamat yang dituju tepat tanggal 1 januari asalkan dikirim tidak melewati jangka waktu penerimaan yang ditetapkan kantor pos. Penerimaan nengajou biasanya dimulai pertengahan Desember hingga beberapa hari terakhir sebelum penutupan tahun. Kantor pos membutuhkan pegawai ekstra yang direkrut dari kalangan pelajar, agar semua kartu bisa disampaikan tanggal 1 Januari.
Sebagai penghormatan terhadap orang yang meninggal, anggota keluarga yang baru ditinggalkan tidak merayakan tahun baru dan tidak mengirim nengajou. Sebagai gantinya, anggota keluarga yang baru ditimpa musibah mengirim kartu pos berisi pemberitahuan tidak bisa mengirim kartu pos ucapan tahun baru.
Setiap tahunnya, kantor pos di Jepang memiliki tradisi mencetak kartu pos dengan tema yang berbeda-beda. Kartu pos dihiasi dengan lukisan tempat terkenal di Jepang dan gambar binatang shio untuk tahun yang baru. Kartu pos yang diterbitkan kantor pos juga memiliki nomor undian yang diundi di awal tahun. Penerima kartu pos yang beruntung bisa memenangkan hadiah berupa barang.
Di Jepang, ada tim Special New Years Mail atau Nen Gatoku Betsuyuubin yang diresmikan tahun 1899 di Era Meiji dan masih ada sampai sekarang, walaupun tim ini sempat diskors sementara setelah Perang Dunia II. Kurang lebih ada 4 juta kartu ucapan yang dikirim setiap awal tahun. Akan tetapi, karena perkembangan jaman, kartu ucapan tahun baru biasanya dikirim lewat internet.
Meski demikian, banyak orang Jepang yang masih memilih untuk menggunakan kartu ucapan yang ditulis sendiri dengan berbagai pesan dan ucapan. Gambar binatang atau kalimat ucapan standar bisa ditambahkan dengan menggunakan stempel karet beraneka warna yang dijual di toko buku atau stempel yang disediakan di kantor pos. Nengajou sering digunakan untuk memamerkan kemampuan menulis indah bagi pengirim yang pandai menulis kaligrafi.
otoshidama
Orang Jepang juga mempunyai tradisi memberikan angpao yang dikenal dengan sebutan “Otoshidama”. Sewaktu memberikan otoshidama untuk anak-anak, sejumlah uang kertas yang masih baru atau uang logam dimasukkan ke amplop kecil bernama “Pochibukuro” yang berhiaskan aneka gambar kesukaan anak-anak. Otoshidama sangat ditunggu-tunggu anak-anak di Jepang, terutama bila memiliki paman atau bibi yang murah hati.
hanetsuki
Perayaan tahun baru juga dimeriahkan dengan menulis aksara kanji pertama untuk tahun tersebut. Tradisi menulis aksara kanji yang dilakukan tanggal 2 Januari disebut “Kakizome” yang artinya “kaligrafi pertama”. Selain itu terdapat permainan “fukuwarai” (meletakkan gambar-gambar wajah, seperti hidung, alis mata, dan mulut pada tempat yang tepat dengan mata tertutup), “hanetsuki” (bulutangkis tradisional), “takoage” (layang-layang), “karuta” (permainan memungut kartu), dan sebagainya.
Penutupan perayaan tahun baru ditandai dengan memakan bubur “Nanakusa” yang terbuat dari 7 jenis sayuran dan rumput. Bubur ini dimakan tanggal 7 atau 15 Januari agar perut bisa beristirahat setelah dipenuhi makanan tahun baru.
Setsubun ( 節分 )
Setsubun adalah nama perayaan di Jepang untuk hari sebelum hari pertama setiap pergantian musim. Dalam satu tahun terdapat 4 kali hari pertama setiap musim (karena di Jepang ada 4 musim), yaitu risshun, rikka, risshuu, dan rittou. Istilah setsubun sekarang hanya digunakan untuk menyebut hari sebelum risshun, yang berlangsung sekitar tanggal 2 atau 3 Februari.
Sejarah setsubun ini adalah, pada jaman kuno, perayaan setsubun adalah perayaan tahunan di istana kaisar. Berbagai macam boneka dari tanah liat yang sudah diberi warna dipajang di berbagai pintu gerbang dalam lingkungan istana. Boneka-boneka yang dibuat berbentuk seperti anak-anak sapi.
Tradisi mengusir “Oni” (setan) di hari setsubun konon berakar dari upacara Tsuina yang sudah dikenal sejak Jaman Heian. Upacara Tsuina berasal dari daratan Tiongkok dan dilakukan di hari terakhir dalam setahun menurut Kalender Tionghoa. Di jaman modern berbagai tradisi kuno setsubun lenyap digantikan tradisi melempar kacang dan menegakkan kepala ikan sardin yang ditusuk dengan ranting pohon hiiragi di pintu masuk rumah pada saat senja di hari setsubun. Di beberapa daerah di Jepang, orang menggantung kepala ikan sardin dan ranting pohon hiiragi di atas pintu rumah. Tradisi tersebut dilakukan untuk mengusir oni (setan) yang dipercaya lahir pada hari setsubun.
Tradisi lainnya yaitu tradisi melempar kacang. Kacang kedelai yang sudah digongseng matang dilempar-lemparkan ke arah oni. Tradisi melempar kacang merupakan perlambang keinginan bebas dari penyakit dan sehat selalu sepanjang tahun. Oni yang terkena lemparan kacang konon akan kabur karena kesakitan. Kacang kedelai nantinya juga dimakan setelah dihitung jumlahnya agar sama dengan usia orang yang memakannya.
Setsubun merupakan perpaduan upacara mengusir arwah jahat di istana yang berasal dari Tiongkok dengan upacara “Mamemaki” (melempar kacang) yang bertujuan serupa di kuil Shinto dan Budha. Kacang yang dilemparkan biasanya adalah kacang kedelai, tapi sering diganti dengan kacang tanah sesuai dengan selera orang jaman sekarang.
Kacang dilempar-lemparkan sambil mengucap mantera “Oni wa soto! Fuku wa uchi!” yang artinya “Setan ke luar! Keberuntungan ke dalam!”. Di beberapa daerah yang memiliki kuil dipercaya ditinggali oni, mantera dibalik menjadi “Oni wa uchi! Fuku wa soto!” yang artinya “Setan ke dalam! Keberuntungan ke luar!” atau kedua belah pihak diminta masuk ke dalam. Di rumah yang ditinggali orang yang memiliki nama keluarga dengan aksara kanji “Oni” (鬼=jin) seperti “Onizuka” atau “Kitou”, mantera juga tidak mengusir oni untuk keluar.
Beberapa pekan menjelang hari setsubun, toko-toko dan swalayan-swalayan mulai menjual kacang keberuntungan (fukumame) di tempat khusus yang mudah dilihat pembeli. Kacang dijual dengan hadiah topeng bergambar oni untuk dipakai ayah atau orang lain di rumah yang berperan sebagai oni, sekaligus sasaran lemparan kacang anak-anak di rumah.
Di sekolah-sekolah dasar, dilakukan upacar melempar kacang yang dilakukan siswa berusia 12 tahun karena memiliki shio yang sama dengan shio tahun yang berjalan. Kuil Shinto dan Budha bekerjasama dengan taman kanak-kanak dan tempat penitipan anak untuk mengadakan upacara melempar kacang oleh “Chigo” (anak-anak kecil yang dirias) dan “Miko” (pelayan wanita). Kuil besar mengadakan upacara melempar kacang yang dilakukan atlet dan orang terkenal. Bungkusan kacang dilempar ke tengah-tengah khalayak ramai untuk ditangkap dan dipungut.
Di daerah Kansai, terdapat tradisi makan sushi yang disebut “Ehoumaki” (sejenis futomaki yang belum dipotong-potong). Sushi dimakan tanpa berhenti sambil menghadap ke arah mata angin tempat bersemayamnya dewa keberuntungan untuk tahun tersebut. Sushi dipegang dengan kedua belah tangan dan orang yang sedang makan dilarang berbicara sampai sushi habis dimakan.
Ume Matsuri ( 梅 祭り )
Ume Matsuri adalah salah satu festival di antara banyak festival yang dilestarikan dengan baik di Jepang. Ume alias bunga plum adalah salah satu flora maskot Jepang selain bunga sakura. Kalau sakura menandai dimulainya musim semi, maka ume menjadi pertanda akhir musim dingin. Meski belum pernah sampai mendengar istilah hanami yang diasosiasikan dengan bunga selain sakura, ume tidak kalah populer dengan rekan senegaranya itu. Buktinya, begitu musim ume mekar tiba sekitar bulan Februari sampai Maret, digelar festival bunga plum di beberapa taman di seluruh Jepang.
Plum menjadi pertanda berakhirnya musim dingin dan dimulainya musim semi. Semerbak keharuman bunganya hadir pada Februari hingga Maret. Plum bersemi sebelum sakura. Pesonanya hampir sama dengan sakura. Perbedaannya terletak pada warna dan benang sarinya. Bila sakura dilihat dari jauh agak putih, begitu didekati ternyata merah muda. Sedangkan ume jelas warnanya, ada yang merah, putih, juga merah muda.
Ume bukanlah tanaman asli Jepang. Bunga ini berasal dari China yang dibawa ke Jepang beberapa abad silam. Kini ribuan plum menyebar ke seluruh Negeri Matahari Terbit. Banyak kuil mengadakan persembahan dengan menggelar acara khusus selama berjam-jam. Ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur. Mereka juga tidak bosan menjaga pohon plum warisan nenek moyangnya.
Jepang merupakan negara yang dijuluki Negara Matahari Terbit dan Negeri Sakura. Dikatakan demikian karena di Jepang mayoritas penduduknya beragama Shintou yang menyembah matahari sehingga disebut Negara Matahari Terbit. Sedangkan julukan Negeri Sakura diberikan karena banyak bunga sakura yang tumbuh di tanah Jepang. Bahkan untuk menyambut musim semi (haru), orang Jepang mempunyai suatu tradisi yang biasa disebut hanami (perayaan melihat bunga sakura) sebagai simbol kebahagiaan karena datangnya musim semi.
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa setiap budaya di Jepang memiliki arti atau makna tersendiri. Berbagai budaya tersebut juga dibedakan berdasarkan musim yang ada disana. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai beberapa hari penting yang berlangsung pada musim dingin (fuyu), diantaranya: Saimatsu, Ganjitsu, Setsubun, dan Ume Matsuri.
Saimatsu ( 歳末 )
Tanggal 28 Desember merupakan hari terakhir para pegawai kantor masuk kerja, sebagai persiapan untuk membersihkan rumah untuk mengakhiri tahun dan menyambut tahun baru, yang biasanya disebut “Osouji”. Hidangan khusus akhir tahun disebut kue nasi atau “Kagami Mochi” yang dicampur dengan sup yang bisa dipesan di restoran.
Salah satu tradisi yang diadakan beberapa perkumpulan organisasi di Jepang disebut “Bonenkai” yang berarti “pesta untuk melupakan tahun lama”. Untuk mensukseskan acara Bonenkai ini, biasanya satu orang akan ditunjuk menjadi “Kanji” (koordinator) yang bertugas mengkoordinasi acara, melakukan pemesanan tempat dan menghubungi orang-orang yang akan berpartisipasi dalam acara tersebut. Biasanya jauh hari sebelumnya, beberapa restoran ataupun hotel sudah penuh terpesan oleh beberapa kelompok yang ingin merayakan Bonenkai.
Acara ini diawali dengan “Kanpai” atau minum bersama yang kemudian dilanjutkan dengan makan-makan, berkaraoke, atau minum-minum sampai mabuk hingga larut malam. Berusaha melupakan hal-hal yang tidak menyenangkan selama menjalani kerja satu tahun sebelumnya.
Ganjitsu ( 元日 )
Tanggal 1 Januari disebut “Ganjitsu” yang artinya “hari pertama”, sedangkan pagi hari 1 Januari disebut “Gantan” yang artinya “pagi pertama”. Perayaan tahun baru ini sendiri berlangsung selama 3 hari berturut-turut yang disebut “Sanganichi”. Tahun baru adalah even tahunan yang paling penting dan terperinci di Jepang.
kagami mochi
Sebelum tahun baru, biasanya dilakukan kegiatan bersih-bersih rumah yang disebut “Osouji”. Setelah osouji selesai dilakukan, barulah kemudian dipasang berbagai hiasan, diantaranya “Shimenawa” yaitu hiasan yang digantung di depan rumah yang terbuat dari jerami yang diplintir sedemikian rupa membentuk bulatan yang dipadu dengan daun cemara yang kemudian dipasang di depan rumah. Hiasan lainnya yaitu “Kagami Mochi” yang dibuat dengan cara menyusun dua buah mochi berbentuk bundar ditambah sebuah jeruk di atasnya sebagai hiasan.
kadomatsu
Selain itu, biasanya di depan pintu rumah akan terpasang hiasan “Kadomatsu”. Kadomatsu merupakan kombinasi dari pohon cemara, pohon yang berdaun hijau, dan bambu, sehingga memunculkan kekuatan dari masing-masing benda tersebut. Hal ini menunjukkan harapan dan keinginan untuk hidup sehat dan panjang umur. Bukan hanya di rumah, tetapi hotel, departement store, dan kantor-kantor juga memasang Kadomatsu. Bahkan di sepanjang jalan agar memperlihatkan kebaikan di tahun baru. Pada malam tahun baru atau yang dikenal dengan istilah “Omisoka”, orang Jepang memiliki kebiasaan pergi ke kuil untuk bersembahyang dengan mengenakan kimono (perempuan) dan hakama (laki-laki). Nantinya mereka kemudian menyantap “Toshi koshi soba” (mie daging rusa) sambil mendengarkan “Joya no kane” (lonceng tahun baru yang dibunyikan sebanyak 108 kali sebagai pertanda 108 hawa nafsu yang ada dalam diri manusia tersingkirkan.
Di hari-hari terakhir bulan Desember, setiap orang mengucapkan “Yoi o toshi wo” yang artinya “semoga tahun depan adalah tahun yang baik”. Sedangkan pada tanggal 1 januari ucapan yang disampaikan adalah “Akemashite Omedetou Gozaimasu” yang artinya “Selamat Tahun Baru”.
hatsumoude
Hari-hari di awal tahun baru ditandai dengan “Hatsumoude” yaitu berupa kunjungan pertama ke kuil Shintou dan Budha untuk berdoa dan mengunjungi bagian penjualan “Omamori” (jimat keberuntungan). “Omikuji” (kertas yang berisi ramalan) yang ramalannya baik akan dibawa pulang dan jika ramalannya jelek akan diikat di ranting pohon atau di tempat yang disediakan.
Dan layaknya perayaan pada umumnya, pada hari ini orang-orang makan makanan khas tahun baru berupa “Osechi ryouri” yaitu berbagai jenis masakan yang disimpan di dalam kotak bertingkat yang disebut “Juubako”. Osechi adalah sebutan untuk masakan istimewa yang dimakan di hari tahun baru. Osechi dipilih karena warna keberuntungan, bentuk atau nama yang menarik dengan harapan untuk mendapatkan keberuntungan dalam berbagai segi kehidupan selama tahun baru. Sup zouni dan kuah dashi yang berisi mochi dan sayuran merupakan salah satu masakan osechi. Minumannya disebut “Amasake” (sake manis).
Acara menumbuk mochi yang disebut “Mochi tsuki” merupakan salah satu tradisi menjelang tahun baru. Ketan yang sudah ditanak, dimasukkan ke dalam lesung untuk kemudian ditumbuk dengan alu. Satu orang bertugas menumbuk, sedangkan seorang lagi bertugas membolak-balik ketan dengan tangan yang sudah dibasahi dengan air. Beras ketan ditumbuk hingga lengket dan membentuk gumpalan besar mochi berwarna putih.
Selain itu, orang Jepang mempunyai tradisi berkiriman kartu pos ucapan selamat tahun baru yang disebut “Nengajou” yang tiba persis tanggal 1 Januari. Nengajou ini dijamin sampai ke alamat yang dituju tepat tanggal 1 januari asalkan dikirim tidak melewati jangka waktu penerimaan yang ditetapkan kantor pos. Penerimaan nengajou biasanya dimulai pertengahan Desember hingga beberapa hari terakhir sebelum penutupan tahun. Kantor pos membutuhkan pegawai ekstra yang direkrut dari kalangan pelajar, agar semua kartu bisa disampaikan tanggal 1 Januari.
Sebagai penghormatan terhadap orang yang meninggal, anggota keluarga yang baru ditinggalkan tidak merayakan tahun baru dan tidak mengirim nengajou. Sebagai gantinya, anggota keluarga yang baru ditimpa musibah mengirim kartu pos berisi pemberitahuan tidak bisa mengirim kartu pos ucapan tahun baru.
Setiap tahunnya, kantor pos di Jepang memiliki tradisi mencetak kartu pos dengan tema yang berbeda-beda. Kartu pos dihiasi dengan lukisan tempat terkenal di Jepang dan gambar binatang shio untuk tahun yang baru. Kartu pos yang diterbitkan kantor pos juga memiliki nomor undian yang diundi di awal tahun. Penerima kartu pos yang beruntung bisa memenangkan hadiah berupa barang.
Di Jepang, ada tim Special New Years Mail atau Nen Gatoku Betsuyuubin yang diresmikan tahun 1899 di Era Meiji dan masih ada sampai sekarang, walaupun tim ini sempat diskors sementara setelah Perang Dunia II. Kurang lebih ada 4 juta kartu ucapan yang dikirim setiap awal tahun. Akan tetapi, karena perkembangan jaman, kartu ucapan tahun baru biasanya dikirim lewat internet.
Meski demikian, banyak orang Jepang yang masih memilih untuk menggunakan kartu ucapan yang ditulis sendiri dengan berbagai pesan dan ucapan. Gambar binatang atau kalimat ucapan standar bisa ditambahkan dengan menggunakan stempel karet beraneka warna yang dijual di toko buku atau stempel yang disediakan di kantor pos. Nengajou sering digunakan untuk memamerkan kemampuan menulis indah bagi pengirim yang pandai menulis kaligrafi.
otoshidama
Orang Jepang juga mempunyai tradisi memberikan angpao yang dikenal dengan sebutan “Otoshidama”. Sewaktu memberikan otoshidama untuk anak-anak, sejumlah uang kertas yang masih baru atau uang logam dimasukkan ke amplop kecil bernama “Pochibukuro” yang berhiaskan aneka gambar kesukaan anak-anak. Otoshidama sangat ditunggu-tunggu anak-anak di Jepang, terutama bila memiliki paman atau bibi yang murah hati.
hanetsuki
Perayaan tahun baru juga dimeriahkan dengan menulis aksara kanji pertama untuk tahun tersebut. Tradisi menulis aksara kanji yang dilakukan tanggal 2 Januari disebut “Kakizome” yang artinya “kaligrafi pertama”. Selain itu terdapat permainan “fukuwarai” (meletakkan gambar-gambar wajah, seperti hidung, alis mata, dan mulut pada tempat yang tepat dengan mata tertutup), “hanetsuki” (bulutangkis tradisional), “takoage” (layang-layang), “karuta” (permainan memungut kartu), dan sebagainya.
Penutupan perayaan tahun baru ditandai dengan memakan bubur “Nanakusa” yang terbuat dari 7 jenis sayuran dan rumput. Bubur ini dimakan tanggal 7 atau 15 Januari agar perut bisa beristirahat setelah dipenuhi makanan tahun baru.
Setsubun ( 節分 )
Setsubun adalah nama perayaan di Jepang untuk hari sebelum hari pertama setiap pergantian musim. Dalam satu tahun terdapat 4 kali hari pertama setiap musim (karena di Jepang ada 4 musim), yaitu risshun, rikka, risshuu, dan rittou. Istilah setsubun sekarang hanya digunakan untuk menyebut hari sebelum risshun, yang berlangsung sekitar tanggal 2 atau 3 Februari.
Sejarah setsubun ini adalah, pada jaman kuno, perayaan setsubun adalah perayaan tahunan di istana kaisar. Berbagai macam boneka dari tanah liat yang sudah diberi warna dipajang di berbagai pintu gerbang dalam lingkungan istana. Boneka-boneka yang dibuat berbentuk seperti anak-anak sapi.
Tradisi mengusir “Oni” (setan) di hari setsubun konon berakar dari upacara Tsuina yang sudah dikenal sejak Jaman Heian. Upacara Tsuina berasal dari daratan Tiongkok dan dilakukan di hari terakhir dalam setahun menurut Kalender Tionghoa. Di jaman modern berbagai tradisi kuno setsubun lenyap digantikan tradisi melempar kacang dan menegakkan kepala ikan sardin yang ditusuk dengan ranting pohon hiiragi di pintu masuk rumah pada saat senja di hari setsubun. Di beberapa daerah di Jepang, orang menggantung kepala ikan sardin dan ranting pohon hiiragi di atas pintu rumah. Tradisi tersebut dilakukan untuk mengusir oni (setan) yang dipercaya lahir pada hari setsubun.
Tradisi lainnya yaitu tradisi melempar kacang. Kacang kedelai yang sudah digongseng matang dilempar-lemparkan ke arah oni. Tradisi melempar kacang merupakan perlambang keinginan bebas dari penyakit dan sehat selalu sepanjang tahun. Oni yang terkena lemparan kacang konon akan kabur karena kesakitan. Kacang kedelai nantinya juga dimakan setelah dihitung jumlahnya agar sama dengan usia orang yang memakannya.
Setsubun merupakan perpaduan upacara mengusir arwah jahat di istana yang berasal dari Tiongkok dengan upacara “Mamemaki” (melempar kacang) yang bertujuan serupa di kuil Shinto dan Budha. Kacang yang dilemparkan biasanya adalah kacang kedelai, tapi sering diganti dengan kacang tanah sesuai dengan selera orang jaman sekarang.
Kacang dilempar-lemparkan sambil mengucap mantera “Oni wa soto! Fuku wa uchi!” yang artinya “Setan ke luar! Keberuntungan ke dalam!”. Di beberapa daerah yang memiliki kuil dipercaya ditinggali oni, mantera dibalik menjadi “Oni wa uchi! Fuku wa soto!” yang artinya “Setan ke dalam! Keberuntungan ke luar!” atau kedua belah pihak diminta masuk ke dalam. Di rumah yang ditinggali orang yang memiliki nama keluarga dengan aksara kanji “Oni” (鬼=jin) seperti “Onizuka” atau “Kitou”, mantera juga tidak mengusir oni untuk keluar.
Beberapa pekan menjelang hari setsubun, toko-toko dan swalayan-swalayan mulai menjual kacang keberuntungan (fukumame) di tempat khusus yang mudah dilihat pembeli. Kacang dijual dengan hadiah topeng bergambar oni untuk dipakai ayah atau orang lain di rumah yang berperan sebagai oni, sekaligus sasaran lemparan kacang anak-anak di rumah.
Di sekolah-sekolah dasar, dilakukan upacar melempar kacang yang dilakukan siswa berusia 12 tahun karena memiliki shio yang sama dengan shio tahun yang berjalan. Kuil Shinto dan Budha bekerjasama dengan taman kanak-kanak dan tempat penitipan anak untuk mengadakan upacara melempar kacang oleh “Chigo” (anak-anak kecil yang dirias) dan “Miko” (pelayan wanita). Kuil besar mengadakan upacara melempar kacang yang dilakukan atlet dan orang terkenal. Bungkusan kacang dilempar ke tengah-tengah khalayak ramai untuk ditangkap dan dipungut.
Di daerah Kansai, terdapat tradisi makan sushi yang disebut “Ehoumaki” (sejenis futomaki yang belum dipotong-potong). Sushi dimakan tanpa berhenti sambil menghadap ke arah mata angin tempat bersemayamnya dewa keberuntungan untuk tahun tersebut. Sushi dipegang dengan kedua belah tangan dan orang yang sedang makan dilarang berbicara sampai sushi habis dimakan.
Ume Matsuri ( 梅 祭り )
Ume Matsuri adalah salah satu festival di antara banyak festival yang dilestarikan dengan baik di Jepang. Ume alias bunga plum adalah salah satu flora maskot Jepang selain bunga sakura. Kalau sakura menandai dimulainya musim semi, maka ume menjadi pertanda akhir musim dingin. Meski belum pernah sampai mendengar istilah hanami yang diasosiasikan dengan bunga selain sakura, ume tidak kalah populer dengan rekan senegaranya itu. Buktinya, begitu musim ume mekar tiba sekitar bulan Februari sampai Maret, digelar festival bunga plum di beberapa taman di seluruh Jepang.
Plum menjadi pertanda berakhirnya musim dingin dan dimulainya musim semi. Semerbak keharuman bunganya hadir pada Februari hingga Maret. Plum bersemi sebelum sakura. Pesonanya hampir sama dengan sakura. Perbedaannya terletak pada warna dan benang sarinya. Bila sakura dilihat dari jauh agak putih, begitu didekati ternyata merah muda. Sedangkan ume jelas warnanya, ada yang merah, putih, juga merah muda.
Ume bukanlah tanaman asli Jepang. Bunga ini berasal dari China yang dibawa ke Jepang beberapa abad silam. Kini ribuan plum menyebar ke seluruh Negeri Matahari Terbit. Banyak kuil mengadakan persembahan dengan menggelar acara khusus selama berjam-jam. Ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur. Mereka juga tidak bosan menjaga pohon plum warisan nenek moyangnya.